Diorama (Akhir)
Selamat dini hari, Diorama
Bagaimana keadaan jiwamu?
Sudah lama aku tak menyapa.
Diorama, aku rindu kita.
Aku rindu celoteh tidak pentingmu di pagi hari. Aku rindu bualan tentang mimpi-mimpimu yang tak berpijak.
Mungkin aku terkesan menjaga jarak dan terlihat berbeda. Itu karena aku kecewa padamu. Aku marah sekaligus rindu.
Aku terkejut melihatmu menjadi diam, kala itu. Kamu menganggapku tidak ada. Tak ada sapa atau senyum selamat pagi untukku. Kamu acuh padaku yang duduk di kursi penumpang. Dan kamu terlalu asyik bercengkrama dengan dia yang ada di sebelahmu.
Sikapmu sungguh berbeda ketika hanya ada kita, dan ketika ada dia di antara kita. Padahal, aku tak meminta kamu untuk bersikap berlebihan kepadaku.
Beberapa minggu terakhir, aku tidak bersemangat. Otakku terasa penuh, tetapi hampa. Aku seperti zombie yang tidak mempunyai rasa. Kosong.
Suatu ketika, tiba-tiba kamu merangkulku di depan meraka. Aku hanya diam, tak tahu harus bagaimana. Saat itu juga, aku merasa sedikit ringan. Seolah-olah beban di tubuhku terangkat.
Aku ingin membalas memelukmu. Tapi tidak mungkin aku lakukan. Aku hanya menjaga kita, agar tidak ada salah paham.
Diorama, hadirmu seperti oase di padang gurun. Menyenangkan tapi tidak melegakan.
Diorama, kini aku sadar. Aku tahu harus berbuat apa. Aku akan pergi, dan menganggap aku tak pernah menaruh rasa padamu.
Aku harap ini waktu yang tepat untuk pergi. Pergi dari rasa yang pernah aku titipkan.
Terima kasih pernah hadir membawa tawa di sela hariku.
"Diorama, aku rindu kita.
BalasHapusAku rindu celoteh tidak pentingmu di pagi hari. Aku rindu bualan tentang mimpi-mimpimu yang tak berpijak."
Aku sukaaaa bagian ini :D
Terima kasih Ibu Dewi
Hapus