Surat Lintang
Dear, Nona Senja
Sesungguhnya aku tidak terlalu yakin kau tidak suka dengan sapaan, nona. Setiap aku menyapamu dengan nona, wajahmu tersipu, mata bulatmu melotot, semakin memperjelas bola matamu berwarna cokelat.
Seperti siang tadi, kau datang ke kedai ketika tanganku masih penuh dengan adonan kue. Kau menyapaku dari celah pintu yang sedikit terbuka. Kemudian menghilang tanpa sempat aku membalas sapamu.
Aku membiarkanmu menuju lantai tiga. Tempat yang tidak semua orang boleh mendatanginya. Hanya orang-orang tertentu yang boleh memasuki tempat itu. Karena tempat itu adalah area pribadiku.
Di sudut taman, ada dua bangku panjang saling berhadapan yang dipisahkan oleh meja kayu. Lantai itu tidak beratap kecuali kamar tidurku. Di tempat itu kita bisa melihat pemandangan berlatar gunung dan kebun bunga di sebelah Utara. Di bagian Timur terlihat hamparan sawah yang padinya baru selesai di tanam.
Aku menyusulmu setelah satu jam berlalu. Celemek berwarna cokelat tua masih menggantung indah di tubuhku. Perlahan dan sedikit lebih berhati-hati aku menapaki anak tangga, agar kau tidak mendengar kedatanganku.
Nona, aku tidak tahu kau kenapa. Karena pertama kali kulihat adalah kaki dengan sepatu kets hitam menghadap langit yang berwarna biru. Aku menarik napas dalam sambil tersenyum, sebelum kedua kakiku benar-benar menginjak tempat itu.
"Selamat ulang tahun, nona," kataku sambil memberikan kue dengan lilin yang masih menyala. Kau hanya meliriku sesaat, kemudian terpejam lagi dengan wajah menghadap ke langit. Kutiup lilin yang mulai meleleh dan meletakkan kue di atas meja, kemudian duduk di sebelahmu. Saat itu kau duduk dalam posisi terbalik, kepalamu di bawah dan kedua kaki kau tumpu pada sandaran kursi.
Lagi-lagi kau hanya meliriku, wajahmu penuh senderut. Apakah kau tidak suka dengan apa yang kulakukan? Aku hanya membawakanmu kue diiringi lagu ulang tahun.
Nona, apakah kau takut menua? Apakah kue, lagu, dan ucapan ulang tahun mengingatkanmu akan usia yang membuat waktumu di dunia semakin pendek?
Nona, umur hanya sekadar angka. Yang terpenting adalah, bagaimana kita mengisi, berkontribusi, dan bermanfaar bagi orang-orang sekitar selama kita hidup. Jangan berpikir terlalu keras, Nona. Buang jauh segala kekhawatiran yang hanya ada di kepalamu.
Nikamti saat-saat yang sedang kau jalani. Bertumbuhlah dengan cinta dan kasih sayang kepada sesama.
Nona, jika kau tidak berkenan dengan kue yang telah kubuat. Kiranya kau jangan pernah menolak segelas air putih yang kuberikan kepadamu.
Lintang,
2
10-05-2020
Komentar
Posting Komentar