Penyesalan (Part 1)
Hari ini matahari terlalu terik ditemani angin dingin yang kering. Ia terburu-buru meneguk segelas air putih dengan sekali tarikan napas. lalu, kembali menyandarkan tubuhnya, kedua tangannya direntangkan lebar dengan kedua mata yang tertutup. Sesaat bersenandung pelan dan melirik ke arahku.
"Aku ingin bermalam di sini," katanya dengan santai.
" Bisa tidur di bangku ini, atau di bawah-- di kedaimu," ucapnya lagi, sebealum aku sempat membuka mulut.
Kuserahkan sekaleng bir yang sudah tidak dingin, karena terlalu lama kusembunyikan di meja kecil di belakang kursi panjang yang kami duduki. Ia menggeleng, sudah tidak dingin katanya. Kuambil sekaleng bir dingin dari dalam kamar. Ia menyambut tanpa ekspresi.
"Lintang, apakah masih ada orang yang mau mendengar cerita tanpa sela? Beberapa orang kutemui berubah, mereka jadi penceramah yang baik bukan jadi pendengar yang baik. Menurutmu, apakah masih ada pendengar yang baik?" Ia kembali meneguk sekaleng bir dengan cepat seperti minum air putih tadi.
Bumi perlahan bergeser membelakangi matahari, tapi angin masih tetap sama. Dingin dan kering. Satu-dua bintang mulai bermunculan walau masih samar. Sejak ia datang, ia belum makan apapun hanya beberapa gelas air putih dan sekaleng bir.
"Kau belum menjawab pertanyaanku, Lintang!"
"Mau makan apa, biar kubuatkan," kataku sambil beranjak.
"Telor ceplok dengan nasi dan kecap." Ia sedikit berteriak karena aku mulai menjauh.
Tak lama berselang kuserahkan pesanan yang sederhana itu. Ia makan dengan lahap, mengangkat satu kakinya ke arah dada dan memakannya tanpa sendok.
"Sudah berapa lama kau tidak makan?" kataku sambil menahan tawa
"Sejak aku datang ke sini. Sarapanku tadi sedikit, karena ...." kata-katanya menggantung.
"Karena apa?" tanyaku penuh selidik.
"Lupakan saja."
"Lanjutkan saja makannya, biar kusiapkan kamar untukmu. Biar aku yang tidur di luar."
Ia menggeleng. Mengikutiku bersama dengan piring ditangannya.
"Tidak- tidak! Aku saja yang di luar!" katanya sambil menjilati tangan dengan noda kecap.
Setelah perdebatan yang sedikit alot, akhirnya kami sepakati bahwa ia tidur di kasur dan aku di kursi dalam kamar.
Aku membersihkan sampah dan peralatan kotor di luar, sementara ia membersihkan diri bersiap untuk tidur. Saat aku masuk, terdengar dengkuran kecil di atas kasur. Kumatikan lampu utama dan membiarkan lampu di dekat tempat tidur tetap menyala. Kupandangi ia dalam kegelapan, tubuh yang berselimut tebal berbaring di atas kasur.
Ia mengigau dalam tidurnya. Mengucapkan kata maaf dan seandainya. Kupandangi tubuh di balik selimut itu dalam kegelapan.
Komentar
Posting Komentar