Amplop Biru Tua (Part 1)
Lintang terbangun karena aroma yang menggoda. Seketika perutnya meronta minta diisi. Ia ingat, makan terakhirnya adalah siang kemarin, sebelum bertemu kedua kakak-beradik ini.
Lintang berjalan menuju dapur, mendapati Samudra sedang menggoreng telur.
"Aromanya nikmat sekali. Aku boleh minta?" Lintang memint dengan mata jenaka—mengedip-ngedipkan dengan cepat.
"Mandi dulu saja. Biar nanti aku siapkan untuk kita sarapan." Samudra melempar handuk pada Lintang
"Pagi, kak Lintang," sapa seruni saat berpapasan depan kamar mandi.
Lintang tersenyum malu, ia merasa tidak enak karena bangun terakhir.
Setelah semuanya rapi, ketiga anak itu kembali duduk di atas tikar lusuh—melingkari nasi, telur ceplok, dan kecap. Mereka sarapan dengan lahap samapai tidak ada nasi yang tersisa.
"Habis sarapan, aku akan antar kau," kata Samudra pada Lintang.
Lintang mengangguk sambil menyuap nasi yanh terakhir.
"Aku ikut, ya, Kak." Lembayung memohon pada Samudra.
***
Seorang pria menghampiri ketiga anak itu, ketika beberapa langkah meninggalkan rumah.
"Ini untukmu." Pria yang jangkung kurus memberikan amplop berwarna biru tua pada Samudra.
Belum sempat Samudra bertanya, pria itu sudah hilang dari hadapan mereka.
"Cepat juga jalannya," kata Lmebayung dengan ringan.
Ketiga anak itu kembali ke rumah. Duduk di atas tikar lusuh dan memandangi amplop biru tua yang diberikan pria jangkung kurus tadi.
"Mungkin surat ini dari ibu." Lembayung mengambil amplop dan merobek ujungnya.
Komentar
Posting Komentar