Sejenak (Part 7)

Aku duduk di ruangan yangg tidak terlalu besar. Sebuah studio tato dengan cat berwarna biru muda. Dalam studio terdapat dua ranjang ukuran 1x2 meter, empat buah bangku dan satu meja besar berisikan peralatan tato. 

Sesekali suara mesin tato berdesing pelan. Diorama berbicara kepada pembuat tato yang berdiri dekat meja peralatan. Ia memberitahukan letak dan bentuk tato yang akan digambar.

Aku berusaha duduk dengan tenang. Tapi, wajahku terasa kaku, bulir-bulir air berebut keluar dari pori-pori kulit, oksigen seakan menghilang. Lalu semua berubah menajdi gelap.

Sayup terdengar seseorang memanggil namaku. Bau harum minyak aromaterapi menguar—membawa kesadaranku kembali. Pelan-pelan aku membuka mata, melihat wajah penuh kelegaan di hadapanku.

Mataku berkeliling sambil mengingat apa yang sebelumnya terjadi. Diorama membantuku duduk, memberikan segelas teh manis hangat ke mulutku. Aku tidak lagi berada di ruangan bercat biru muda. Ruangan ini lebih banyak oksigennya dan tidak ada suara desing mesin tato.

Aku seperti orang linglung. Menekan-nekan sofa yang sedang aku duduki.

"Kamu kenapa?" Wajahnya terlihat bingung

"Emang aku kenapa?" Aku balik bertanya pada Diorama.

"Kamu tadi tiba-tiba jatuh, terus pingsan."

"Oh, ya!" Aku berpura-pura kaget dengan mata melotot.

"Nggak lucu, ah!" Diorama cemberut. Wajahnya penuh senderut.

'Sofanya empuk," kataku lagi.

Diorama menarik tanganku—mencegahku berdiri. Ia menyuruh kembali duduk dengan bahasa tubuhnya. Aku kembali bersandar di sofa marun yang empuk itu. Memejamkan mata dan bersenandung palan.

Komentar