Sejenak (Part 6)
"Bagaimana kabar Seruni?" tanyaku setelah ia menutup telepon.
"Seruni baik dan sehat. Ia titip salam untukmu. Selamat ulang tahun katanya."
"Terima kasih," ucapku, bersamaan dengan perasaan getir yang menjalar di dada.
Diorama masih bersenandung. Ia mengetuk-ngetuk kemudi mengikuti tempo musik. Aku diam dengan pikiran yang dipenuhi kejanggalan tentang keluarga mereka. Hubungan seperti apa yang mereka jalani. Istri seperti apa yang mengizinkan suaminya bersama dengan wanita lain. Walau pertemuan kami tidal direncanakan.
Aku bergidik. Menggelengkan kepala—Membuang semua yang ada di pikiranku.
"Kamu kenapa?" Diorama melihatku heran.
"Dingin?" tanyanya lagi sambil mengecilkan temperatur AC.
Berbeda dengan suasana langit yang cerah dengan hamparan warna biru dan awan yang bergerak pelan. Suasana hatiku berubah dipenuhi awan kelabu karena merasa bersalah pada Seruni.
Seruni adalah istri Diorama. Usia mereka tidak terpaut jauh, hanya dua tahun. Usia pernikahan mereka sudah sepuluh tahun dan belum dikaruniai anak. Aku sendiri belum pernah bertemu langsung dengan Seruni. Hanya mendengar cerita dari Diorama.
Dari cerita-cerita yang Diorama sampaikan, Seruni merupakan istri idaman. Bahkan, aku merasa minder jika dibandingkan dengannya.
Diorama menepikan mobil di depan rumah yang tidak terlalu besar. Menggandeng tanganku memasuki halaman yang sangat rindang.
Seorang pria penuh dengan tato di tubuhnya menyambut kami di depan pintu. Ia menyalami Diorama sambil melirik ke arahku, "Ini wanita yang kau ceritakan waktu itu?"
Diorama mengedipkan sebelah matanya kepada pria itu, lalu merangkulku dan mereka tertawa bersama.
Komentar
Posting Komentar