Intuisi

"Senja, apakah kamu lelah dengan hidup ini?" Tanya mu kala itu.
"Aku tidak lelah dengan hidup ini, hanya lelah dengan intuisi."
"Apa maksudmu, Senja?" Aku terdiam sejenak, tidak tahu harus mulai menjelaskan dari mana.

Mobil melaju dengan lambat, sesekali Diorama melirik kearahku penuh selidik. Tarikan napas panjang, ku lakukan beberapa kali. Aku menjadi gelisah. Dia menepikan mobilnya, lalu berhenti.
"Ada apa dengan intuisimu?"
Aku menggeleng ragu. Perlahan wajahnya bergerak mendekatiku, semakin dekat dan sangat dekat, lalu berbisik "percayalah padaku."

Aku bernapas lega smabil membuka mata "aku kira kamu akan menciumku," selorohku. Diorama kembali menjalankan mobilnya, tetapi intuisi itu belum juga hilang dari kepalaku.

Kali ini aku meminta Diorama untuk menepikan mobilnya setelah 10 menit perjalanan.
"Ada apa Senja?"
"Firasatku tidak enak, kita berhenti sebentar." Aku mencoba mengatur napas dan Diorama menggenggam tanganku sambil membelai kepalaku, agar aku lebih tenang.

Tiba-tiba mobil dengan kecepatan tinggi melesat di sebelah kami, suara hantaman terdengar sangat keras. Kecelakaan beruntun tidak terelakkan. Aku menjerit histeris seperti orang kesetanan, mencoba keluar tetapi tidak bisa. Teriakanku semakin menjadi-jadi, sampai pada tamparan Diorama menyadarkanku.

Aku menangis tanpa suara. Diorama memelukku, "maafkan aku Senja, aku tidak bermaksud untuk menyakitimu." Aku melepaskan pelukannya dan meminta menjauh dari lokasi itu.

Kami melanjutkan perjalanan tanpa sepatah kata, tetapi air mata ini terus mengalir tanpa diminta. Mobil Diorama kembali berhenti tepat di depan rumahku.
"Maaf," katanya lagi. Aku bergegas turun dan meninggalkannya tanpa sapa.

Komentar