Rasa itu (2)
Ini sudah pukul 03.00, tetapi aku belum juga ingin tidur. Kembali ku sulut rokok menthol di balkon kamar di temani lampu-lampu kota. Beberapa jam yang lalu senja disini dengan tangisnya, kesedihannya, dan kerapuhannya.
Terdengar rintihan senja dalam tidurnya. Tubuhnya bergetar dan kertakan giginya pun semakin keras. Ku coba untuk membangunkannya dengan lembut, tetapi tidak berhasil.
Dalam kepanikan, ku dekap tubuhnya dan beberapa kali menciumi kepalanya hingga getaran itu mereda. Lalu kami sama-sama terlelap.
"Selamat pagi," sapanya. Wajahnya tepat berada di hadapanku, dengan mata bulat berbinar dan senyum sumringah. "Pelukan mu terlalu erat semalam." Ku abaikan kata-katanya dengan berlalu menuju balkon menghampiri sebungkus rokok menthol. Senja menghampiriku dengan dua cangkir cokelat panas. Kesedihannya masih tersirat di wajahnya. Akan ku biarkan dia menikmati proses kesedihannya. Kesedihan kehilangan orang yang di cintai. Kesedihan akan cinta yang terhalang dan juga terlarang.
Keheningan menemani kami pagi ini dan 2 batang rokok untukku sendiri. Hingga aku memulai percakapan.
"Bagaimana tidurmu?" tanyaku.
"Nyenyak. Sampai aku merasa sesak, dan ternyata pelukanmu terlalu erat."
"Bagaimana keadaanmu?" tanyaku lagi.
"Sedikit lebih baik," jawabmu.
"Sudah siap untuk hari ini?"
Kamu pun berlalu. Dan berteriak dari dalam kamar. "Cakrawala, aku pinjam gaun merahmu"
"Pakai saja apa yang kamu suka, Senja" dan aku masih dengan sebatang rokok menthol.
Komentar
Posting Komentar