Mengenang

Selamat malam Diorama.
Bagaimana keadaan jiwamu? Aku harap semuanya seimbang. Karena keseimbangan akan membuat semuanya menjadi lebih mudah.

Hari ini aku ke tempat terakhir kita bertemu. Sebuah sudut cafe di pinggiran kota. Sudut yang paling romantis kala itu. Sudut dengan posisi yang strategis karena kita bisa bebas melihat kemana saja.  Maaf Diorama, aku tidak bermaksud untuk mengenang apalagi untuk menyesali. Kenangan itu kembali muncul begitu saja.Kali ini aku tidak memesan cokelat panas tetapi secangkir kopi arabica tanpa gula.

Hujan mulai turun. Bias air menerpa jendela. Temaram lampu semakin membawaku pada kenangan kita. Aku mencoba untuk mengalihkannya sebelum aku kembali terlarut. Mencoba mengalihkan perhatianku pada wanita yang tidak terlalu jauh dari tempatku. Wajahnya terlihat murung, sepertinya dia sedang menunggu seseorang. Diorama, izinkan aku untuk mengenang masa itu.

Siang itu aku menerima pesan singkat darimu. "Jam 19.00 di tempat biasa". Aku merasa heran, terlalu singkat untuk sebuah pesan singkat.
Aku percepat langkahku, agak terburu-buru karena ini sudah lewat 5 menit dari waktu yang ditentukan. Kamu sudah berada disitu dengan secangkir kopi arabica tanpa gula di hadapanmu.
"Maaf" kataku.
Kamu hanya tersenyum dan memesan cokelat panas untukku. Lalu memberikan saputangan agar aku bisa mengeringkan wajahku dari air hujan. Keheningan menyelimuti kita hingga cokelat panas datang.
"Ada apa?"
Kamu hanya tersenyum sambil nyeruput kopi arabica tanpa gula itu. Telpon genggammu berdering, kamu hanya melihatnya lalu meletakkan telpon itu di atas telpon genggamku.
"Ada apa?" Aku kembali bertanya
"Aku tidak bisa" itu katamu kala itu sambil menggenggam kedua tanganku. "Aku mencintai mereka yang menungguku di rumah".
"Kenapa baru sekarang?" Aku semakin erat menggenggam tanganmu. Kamu hanya bisa bilang maaf tanpa sebuah penjelasan. Tidak ada air mata kala itu. Karena aku sadar ini adalah sebuah kesalahan. Dua jam berlalu dengan banyak keheningan, kecupan terakhir di kening sebagai ucapan perpisahan. Dan kamu pun berlalu pergi meninggalkan kenangan yang tercipta.

Ku sesap kopi arabica terakhir tanpa gula hari ini, dengan sapu tangan yang belum sempat aku kembalikan kepadamu. Aku beranjak dari tempatku. Sambil berlalu aku memberikan saputangan kepada wanita yang sedang menunggu itu.

Komentar