Surat Untuk Diorama
Dear Diorama,
Kau tahu, Tuhan baru saja mengabulkan keinginnku untuk bertemu denganmu. kini kau duduk di hadapanku hanya beberapa meter jaraknya. Kita menciptakan keheningan dengan berpura-pura sibuk pada ponsel dan layar monitor.
Keheningan terpecahkan saat dering ponselmu berbunyi. Kau beranjak menjauh dariku. Sayup aku mendengar sebuah nama terucap. Beberapa lebah mulai menyengat dadaku.
Setelah hampir satu tahun kita tidak bertemu, aku pikir aku benar-benar mengasihimu. Tapi, ternyata tidak. Masih ada nama yang tidak ingin kudengar.
Kini kita bersisian setelah kau akhiri panggilan telepon itu.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Baik," ucapku.
Kau menyingkirkan ponsel yang sedang aku mainkan. Mata kita bertemu sejenak. Aku gelagapan seperti kehabisan oksigen. Kau mengusap rambutku singkat, lalu kembali ke tempatmu menatap monitor.
Diorama, ada kata-kata yang tidak bisa kuucapkan walau aku sangat ingin mengatakannya. Ada hal yang tidak bisa aku lakukan padamu walau aku sangat menginginkannya.
Ponselku berbunyi, namamu muncul di layar ponsel. Kau memberikan isyarat agar aku mengangkatnya.
"Halo. Bisa bicara dengan Senja?" Suaramu terdengar indah di telingaku. Aku hanya tersenyum lalu mentup panggilanmu. Beranjak meninggalkanmu yang sedang tertawa kecil di balik monitor.
Kini aku mengerti, mengapa Tuhan tidak selalu memberikan kesempatan untuk terus bertemu denganmu. Ia tidak ingin aku bersedih setelahnya. Karena yang terbaik buatku adalah tidak bertemu denganmu
Komentar
Posting Komentar