Tertunda (3)
Suasana kantor sangat sepi. Tidak lagi ada orang yang bekerja. Hanya petugas keamanan berkeliling mematikan lampu yanh sudah tidak dipakai dan memeriksa keadaan sekitar.
Diorama mengetuk kaca ruangan, berdiri di ambang pintu. Sedangkan aku masih sibuk menyiapkan berkas untuk rapat besok pagi.
"Ayo buruan! Tidak usah diselesaikan malam ini. Besok pagi saja."
"Takut besok nggak keburu. Nanti saya dimarahi."
"Kalau kamu dimarahi nanti saya yang bilang."
"Bilang apa?" sahutku.
"Kalo kamu tidak kerja, tapi tidur." Ia berkata dengan entengnya.
"Jadi orang jangan jahat." Aku merengut sambil melemparkan bulatan kertas ke arahnya.
"Saya hitung sampai sepuluh, kalau belum selesai juga saya tinggalin kamu ke parkiran."
"Iya... Iya... Ini udah selesai kok."
"Tapi tunggu sebentar, saya mau ke toilet dulu."
"Bukannya dati tadi. Giliran aku disuruh cepet-cepet," rutukku pelan.
Setelah semuanya selesai, kami jalan beriringan menuruni tangga menuju parkiran. Aku sedikit merapat ke arahnya karena takut. Gara-gara ketiduran aku jadi pulang selarut ini. Bodoh sekali. Batinku.
Aku sibuk dengan isi kepalaku, ,hingga tidak menyadari kalau sudah sampai di parkiran dan berjalan terus menjauhi mobil Diorama.
"Hey, mau ke mana?" Panggilan Diorama menyadarkanku dari lamunan.
Aku menoleh dan berjalan ke arahnya. Ia hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Aku pikir ia akan membukakan pintu untukku. Tapi, ia melenggang begitu saja menuju kemudi mobil.
Aku terlalu banyak berkhayal tentang kami. Padahal, aku dan Diorama tidak mempunyai satu hubungan yang spesial.
Komentar
Posting Komentar