Berita Pagi
Surat kabar pagi dilempar ke atas meja di hadapanku. Ia berjalan mondar-mandir menahan marah. Mukanya merah padam, mulutnya tertutup rapat. Tangannya terkepal kencang.
Kopiku nyaris tumpah karena terkejut akan sikapnya. Kuambil surat kabar yang dilemparkannya tadi. Membuka perlahan, mencoba mencari penyebab kemarahannya itu.
Mataku menemukan satu artikel yang dihisai huruf kapita dengan ukuran besar, huruf itu menapilkan kata "BIADAB". Aku melihat ke arahnya kembali, sebelum membaca artikel tersebut.
Ia masih saja seperti tadi, dengan kemarahan yang belum juga reda. Aku membaca dengan seksama, kalimat demi kalimat aku arungi.
Dadaku mulai terasa panas. Napasku terasa sesak. Aku perlu udara segar segera. Aku berlari menuju halaman, berteriak sejadi-jadinya.
Ia menghampiriku dengan emosi yang sudah mereda.
"Gila!" kataku, nyaris berteriak.
"Banyak orang yang tidak lagi mempunyai nurani. Mereka hanya peduli nafsu mereka sendiri." Ia menimpali tidak kalah geramnya denganku.
"Apa mereka masih bisa disebut manusia? Binatang saja tidak akan memakan anaknya."
"Mereka lebih dari pada binatang," katanya terbata.
"Di mana otak dan hatinya, saat mereka memperkosa anak dan saudara mereka sendiri. Mereka berpeluh dan tertawa karena nafsu sudah terpenuhi."
"Dan yang paling biadab adalah, perempuan itu penyandang disabilitas."
"Tuhan, cabut saja nyawa mereka! Juga, perempuan itu." Aku menjerit, menahan kesesakan akan kenyataan yang terjadi.
Komentar
Posting Komentar