Ayah, aku Rindu
But I loved her first and I held her first
And a place in my heart will always be hers
From the first breath she breathed
When she first smiled at me
I knew the love of a father runs deep
And I prayed that she'd find you someday
But it still hard to give her away
I loved her first
Lagu dari Heratland, menemaniku sore ini. Kulihat Diorama masih sibuk dengan perkerjaannya. Kupalingkan wajahku ke luar jendela menatap langit berwarna jingga.
Mataku menatap kosong. Kerinduan menderu tak lagi bisa terbendung. Walau melalui telepon sekalipun.
Tiga hari terakhir aku merindukan ayah. Pria paruh baya yang tinggal sendirian di kota kelahiran istrinya. Daerah Magelang.
Beberapa kali aku mengajaknya untuk tinggal bersama di Jakarta. Tapi ia menolaknya, dengan alasan tidak ada yang mengurus makam ibu.
Ayah adalah orangtua yang sangat kuat. Ia memilih tidak menikah lagi dan mengurusiku sendirian. Ibu meninggalkan kami ketika umurku 10 tahun. Sejak saat itu, aku hanya berdua dengan ayah.
Baru dua kali aku melihatnya menangis. Saat ibu meninggalkan kami untuk selamanya dan ketika hari pernikahnku dengan Diorama.
Ayah, selalu membuatku merasa seperti putri raja. Membacakan dongeng peri, setiap malam, di ruang keluarga. Aku tertidur dengan mimpi-mimpi indah. Dan ayah akan menggendongku menuju kamar.
Pernah, suatu kali ayah mengahmpirku dengan panik. Ketika aku mimpi buruk, dan menangis histeris.
"Jangan tinggalkan aku, Yah," ucapku kepada ayah. Di sela-sela tangisku.
"Tidak, Nak. Ayah akan selalu ada di sini. Menemanimu sampai kapanpun. Tidurlah lagi."
Aku kembali tertidur dengan sisa tangisku. Dan kedua tanganku memeluk erat tangan ayah.
***
Diorama menghampiriku. Ia mendengar isak yang tertahan. Tangisku pecah dalam peluknya. Seperti ketika aku menangis dalam pelukan ayah.
"Besok kita ke Magelang. Nengok ayah dan ke kuburan ibu." Ia membelai kepalaku dangan lembut. Sama seperti ayah membelai kepalaku, ketika aku merindukan ibu.
Komentar
Posting Komentar