Salat Tarawih
Salat tarawih hampir selesai. Dadaku berdetak semakin kencang. Ini menjadi pertemuan kami yang pertama, semenjak lulus SMP.
Aku menunggu di ujung gang, sebelah masjid berwarna hijau. Hal yang dahulu selalu aku lakukan selama bulan Ramadan.
Sambil menunggu kedatangannya, aku jadi teringat ketika SD, aku menunggu di pos ronda sebelah masjid sambil membaca buku cerita.
Selesai salat tarawih, ia akan menghampirku dan bercerita tentang ceramah yang didengarnya. Lalu mengantarkanku pulang. Walau itu akan membuatnya berjalan lebih jauh dari yang seharusnya.
"Hai, Cakrawala. Apa kabar?"
Tiba-tiba ia sudah berada di hadapanku.
"Baik. Sudah selesai salatnya?" tanyaku, dengan sedikit gugup.
"Tadi ceramahnya tentang apa?" tukasku lagi. Ia tertawa, sambil mengacak-acak rambutku.
"Kamu, tidak berubah. Masih setia, mendengarkan ceritaku tetang ceramah di masjid."
Pria di sebelahku adalah pria yang kala itu, kutunggu selesai salat tarawihnya. Wajahnya banyak berubah, tetapi tatapan dan senyumnya masih sama.
Sambil berjalan, ia mulai bercerita tentang ceramah tadi. Aku mendengarkan tanpa menyela, sambil menikmati wajah yang kurindu selama ini.
Ia merogoh sakunya, mengeluarkan kotak kecil berwarna jingga. Mataku berbinar melihatnya, puluhan kupu-kupu memenuhi dadaku.
Ia membuka kotak yang berisikan sepasang cincin emas.
"Bagaimana menurutmu, Cakrawala?"
"Bagus sekali," jawabku, sambil memegang cincin itu.
"Cincin ini untuk Seruni, aku akan melamarnya." Ia berkata dengan riangnya.
Kupu-kupu di dadaku berubah menjadi lebah, dan mulai menyengat.
Ia mengantarkanku sampai depan rumah.
"Doakan aku, semoga semuanya berjalan lancar," tukasnya sambil melambaikan tangan.
Komentar
Posting Komentar