Wanita Bergaun Jingga

Aku melihat seorang wanita, bergaun jingga di sudut taman. Ia terlihat gelisah. Sepertinya sedang menunggu seseorang.

Sudah dua jam ia berada di tempat itu, di bawah remang lampu. Tatapannya kosong, menatap pintu masuk taman.

Semangatnya nyaris hilang, ia tertunduk lesu. Tapi keyakinan akan kehadiran seseorang yang ditunggunya, membuat dia masih berada di tempat itu.

Suara petir bersahut-sahutan. Rintik hujan mulai berdatangan. Namun ia masih setia di tempatnya. Kepalanya menunduk. Mungkin ia sedang berdoa, atau kepalanya tidak kuat menyangga pikirannya.

Perlahan hujan turun dengan lebat, tetapi wanita itu tidak bergeming. Ia masih menunduk seperti tadi. Mungkin doanya belum selesai, atau lehernya tidak mampu lagi untuk tegak.

Tiba-tiba seorang pria menghampirinya dengan payung di tangan. Ia memayungi wanita bergaun jingga itu.

Pria itu duduk di sebelahnya. Lama dengan posisi seperti itu.
Wanita bergaun jingga hanya diam saja. Kepalanya masih menunduk.

Pria itu menggenggam tangan wanita bergaun jingga. Lalu ia berbicara kepadanya. Perlahan, tubuh wanita bergaun jingga bersandar pada pria itu. Masih dengan kepala tertunduk.

Aku melihat pria itu terus saja berbicara sendiri. Lalu berteriak histeris melebihi suara petir yang bersahutan. Ketika tubuh wanita bergaun jingga rebah dalam pangkuannya.

Tubuh wanita itu kaku, bibirnya tidak lagi berwarna merah. Kepalanya tegak, tidak menunduk. Ia rebah dalam pangkuan pria yang ditunggunya.

Mungkin itu doa yang dipanjatkan ketika ia menunduk tadi.

Komentar