Dear Tuan
Dear Tuan,
Sebelum saya menuliskan ini untuk tuan, saya mengirimkan surat elektonik kepada seorang wanita. Saya memanggilnya nona.
Saya berkisah kepadanya. Nona, ini pertama kalinya, masa PMS saya, tanpa diri nona. Tapi sungguh. Saya tidak mencintai nona, saya mencintai ia yang saya sebut tuan.
Tahukah tuan, pagi tadi ketika saya membuka mata, pesan dari nona sudah ada whatsapp saya. Ia menyuruh saya untuk menjaga diri dan jangan bersedih terlalu sering. Karena hal itu, ia membuat saya merasa seperti wanita yang menemukan sepucuk surat di atas bantal. Surat dari pria yang meninggalkan wanitanya setelah bercinta.
Tapi sungguh, Nona. Saya tidak pernah ingin bercinta dengan nona. Saya hanya ingin bercinta dengan ia yang saya panggil tuan.
Tuan, saya juga bercerita kepadanya tentang tuan. Tentang perubahan sikap tuan kepada saya. Tentang sikap tuan yang mencuri pandang kepada saya. Lalu, kita sama-sama saling mencuri.
Saya juga bercerita kepadanya. Saya bahagia bisa menatap tuan dengan leluasa, di antara celah kaca yang terbuka.
Saya bilang kepadanya, kalau ini adalah rahasia. Jangan biarkan tuan mengetahuinya, karena jika tuan mengetahuinya, ia akan menutup celah tersebut.
Tuan, ada rasa sedih saat saya menuliskan surat elektonik itu. Bukan karena nona tidak lagi menemani saya. Tetapi karena saya mencintai tuan, namun, saya tidak ingin menikah dengan tuan.
Komentar
Posting Komentar