Matamu

Aku berpindah tempat ketika pesanan kami datang. Segelas cokelat panas dan kopi arabica tanpa gula. Aku tersenyum ketika Diorama heran melihatku pindah.

"Agar lebih leluasa." Aku menjawab tanya dari tatapnya.

Sudah lama kami tidak ke kedai ini. Kedai pertama yang kami singgahi setelah kami saling kenal. Tidak banyak perubahan. Hanya warna dindingnya saja yang terlihat lebih cerah.

Kami duduk berhadapan. Wajah kami saling bertatapan. Sesekali aku mengalihkan pandangan, melihat ke luar kedai.

Ia memulai ceritanya dengan penuh semangat. Bercerita tentang impiannya, tentang kekecewaannya dan tentang banyak hal lainnya.

Aku mendengarkannya tanpa menjeda. Melihat ke dalam kedua matanya. Mata yang lelah. Warnanya tidak lagi putih, gurat merah dan cokelat menjadi ornamennya.

Mata kami bertemu pada satu titik. Dadaku bergetar. Getaran yang sama saat pertama kali bertemu. Saat kami saling menjabat dan menyebutkan nama kami masing-masing.

Aku mengalihkan pandang untuk menenangkan getar yang muncul. Kata-katanya terhenti sejenak, lalu sedikit terbata.

"Nanti, cokelatmu tidak lagi panas."

Ia menyesap kopi arabica tanpa gula di hadapannya. Sedangkan aku, hanya menggengam gelas tanpa ingin meminumnya.

Ia berdiri. Beranjak dari kursinya. Lalu, duduk di sebelahku. Ia mengambil gelas dari tanganku dan meletakkannya di meja.

Kusandarkan kepalaku di bahunya.

"Aku rindu," kataku tanpa malu.

Ia menggenggam tanganku. Kupejamkan kedua mata, agar kenangan akan tatapannya tidak pernah hilang.

Komentar