Tidak Seperti Biasanya

"Halo, dengan Senja di sini. Ada yang bisa dibantu?"

"Kenapa kamu lama sekali menjawab telepon?"

"Hmm... Iya, Pak. Tadi saya dari..."

"Ke ruangan saya segera."

Aku terdiam. Merasa heran dengan sikapnya. Tidak biasanya ia seperti itu.

                                ***

"Masuk." katanya, dari dalam ruangan.

Kuhembuskan napas kuat-kuat sebelum memasuki ruangannya.

Ia duduk membelakangi pintu. Suhu ruangan terasa lebih dingin dari biasanya. Dengan perlahan aku duduk pada kursi yang ada di depan mejanya.

Lima menit sudah berlalu. Ia masih saja membelakangiku. Dadaku berdegup kencang. Bertanya pada diri sendiri. Apakah ada kesalahan yang kubuat.

"Pak," panggilku dengan pelan, bahkan sedikit berbisik.

Ia tidak bergeming. Masih dengan posisi yang sama. Aku menjadi sedikit kesal. Memberanikan diri untuk kembali berbicara.

"Jika tidak ada yang akan Bapak dibicarakan, saya pergi," kataku dengan nada tinggi.

Ia membalikan badannya saat aku hendak berdiri dari kursi. Wajahnya kusut. Lingkar matanya semakin hitam. Bola matanya merah. Bibirnya terkatup kaku.

Aku kembali duduk. Sedikit memajukan kursi.

"Pak?" sapaku dengan nada bertanya.

Bibirnya masih saja terkunci. Menatapku tajam, seperti ingin menelanjangi.
Aku menunduk takut.

"Kenapa kamu menunduk, Senja?" katanya dengan tegas.

"Tatap mata saya," katanya lagi.

Aku menatapnya seperti yang ia minta. Tidak lagi ada suara dari mulutnya. Lagi-lagi ia hanya menatapku.

Aku menjadi geram dengan sikapnya. Berdiri dan meninggalkannya dalam diam.

"Kamu berubah." Kata yang kudengar sebelum aku benar-benar meninggalkan ruangannya.

Komentar