Tidak Seperti Biasanya (Finish)
Aku mempercepat langkah agar ia tidak mengejarku. Dua lorong lagi sampai di ruangan. Kuatur napas sedemikian rupa untuk menenangkan diri.
Sebuah tangan menarikku keras. Aku kaget nyaris berteriak. Tangannya mendekap mulutku. Aku meronta, berusaha melepaskan diri.
Semakin aku meronta, semakin terjepit. Terjepit di antara dada dan dinding lorong. Aku menangis ketakutan berada di lorong yang sepi dan gelap.
Ia mendekapku. Kepalaku tepat di dadanya. Aroma tubuhnya menyeruak ke dalam hidungku. Aku rindu aroma itu. Aroma teh bercampur melati. Aku rindu detak jantung yang tak beraturan itu.
Ia membelai kepalaku, "Kenapa kamu berubah, Senja? Kamu menjauhiku. Sikapmu aneh."
Aku melepas dekapannya. Darahku kembali mendidih.
Dengan terbata aku berkata, "Aku kecewa sama kamu, Diorama."
Ia mencoba menggam tanganku. Dengan cepat aku melepaskannya.
"Kamu ingat peristiwa di mobil, kala itu? Saat aku duduk di kursi penumpang. Dan ada dia di sebelahmu. Kamu tidak menyapaku sama sekali. Kamu Diam dan tidak menganggapku ada. Kenapa kamu memperlakukan aku seperti itu?"
Diorama sedikit menunduk, menatap wajahku. Wajahnya terlihat bingung. Lalu tertawa keras.
"Iya. Aku ingat. Cuma karena itu sikapmu berubah?" Tawanya semakin menjadi.
"Kamu cemburu padanya?"
Aku diam, menunduk. Kurasakan tubuh kami semakin rapat. Napasnya semakin terasa di wajahku. Degup jantungku semakin kuat. Perlahan kututup kedua mataku. Bibir kami nyaris bertemu, ketika, sebuah langkah terhenti dekat kami.
Kulihat Kemuning berdiri di hadapan kami. Matanya melotot terkejut. Wajahnya datar tapi penuh curiga.
Aku berlari ke arah Kemuning. Melewati Diorama tak kalah terkejutnya.
"Saya duluan, Pak."
Aku menarik tangan Kemuning. Berlari menjauhi lorong gelap itu.
Komentar
Posting Komentar