Capung

 

Teriakan anak perempuan menarik perhatian Lintang saat ia berjalan-jalan di pinggir taman berpohon besar dan menjulang. Pelan-pelan ia mengikuti sumber suara--semakin dalam semakin rapat pohon-pohon besar dan tinggi. Ia berhenti sesaat--terkesima dengan tingginya pohon-pohon di sekitarnya. Teriakan anak perempuan itu terdengar lagi. Lintang bergegas dan sedikit berlari.

Napasnya masih terengah, ketika ia melihat dua orang anak—laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki berambut ikal dan kulit sawo matang, sepertinya  usianya sama dengan Lintang—sebelas tahun. Anak perempuan yang bajunya terbuka di bagian perut kira-kira usianya lima tahun. Rambutnya keriting, kulitnya lebih terang dari anak laki-laki itu. Mata mereka mirip, sama-sama bulat dan besar dengan bola mata berwarna hitam legam.

Lintang menepis tangan anak laki-laki yang sedang membuka baju di bagian perut anak perempuan itu. Anak perempuan itu ketakutan, bersembunyi di balik badan anak laki-laki. Walau tubuh anak perempuan itu tidak sepenuhnya terhalangi anak laki-laki di depannya. Lintang dan anak laki-laki itu berhadapan, wajah keduanya terlihat tegang dan penuh waspada.

“Apa yang kau perbuat dengan anak itu?” Hardik Lintang sambil menunjuk anak perempuan yang ada di belakang anak lelaki tersebut.

“Sedang Apa kau di sini?” kata anak lelaki itu sama kerasnya.

“Aku mendengar teriakan anak perempuan dan menemukan kalian di sini.” Mata Lintang tertuju pada sesuatu yang ada di tangan kiri anak lelaki yang berdiri di hadapannya.

Anak perempuan yang bersembunyi di belakang anak lelaki itu, tertawa cekikikan. Lintang mengerutkan dahi.

“Aku Lembayung, dan ini kakakku, Samudra, namanya.” Kata anak perempuan itu sambil menjulurkan tangan kanannya.

“Apa yang sedang kalian lakukan di tengah-tengah pepohonan yang tinggi ini dan apa yang ada di tangan kirimu?”

Anak laki-laki itu mengangkat tangannya, “Ohh, ini capung. Mau pegang?”

Lintang menggeleng tegas.

“Lalu, kenapa tadi baju adikmu terbuka di bagian perut?”

Anak laki-laki itu merangkul adiknya yang tertunduk malu.

“Jangan diceritain, Kak!” bisik Lembayung pada Samudra.

Samudra mendekati Lintang, mulutnya bergerak pelan pada telinga Lintang, “Lembayung masih ngompol, jadi, kubuat capung ini agar menggigit pusarnya.”

Wajah Lintang terlihat heran. Apa hubungannya capung dengan ngompol. Bahkan, Lintang pun belum pernah melihat hewan yang bernama capung itu. Samudra menangkap kebingungan di wajah Lintang. 

“Sudah pernah lihat ini sebelumnya?” Samudra mengangkat capung tepat di wajah Lintang.

Lintang menggeleng.

“Dari belahan bumi mana kau? Capung saja tidak pernah lihat!” Suara Samudra terdengar geram.

“Jangankan capung! Pohon-pohon tinggi dan besar seperti ini saja aku tidak pernah lihat.”

“Capung masuk dalam jenis serangga. Matanya besar hampir menutupi kepalanya. Rahangnya kuat, mampu memangsa anak ikan saat dalam fase larva. Dan capung dapat mengendalikan populasi serangga/ hama. Hebat kan.” Samudra bercerita dengan antusiasnya.

Tidak lama berjalan di bawah rimbunnya pohon, mereka sampai pada bibir sungai yang airnya tidak dalam. Hanya sebetis anak-anak. Untuk sampai di seberang, mereka harus menyeberangi sungai melalui jembatan dari pohon yang sudah tumbang. Lembayung sudah sampai seberang, sedangkan Lintang terlihat ragu-ragu untuk melangkah. Samudra menggandeng tangan Lintang. Terdengar suara orang jatuh ke dalam air. Samudra dan Lintang tercebur—terdengar  tawa mereka yang nyaring. Tidak lama kemudian Lembayung menyusul—menyeburkan diri dalam sungai.

Setelah puas bermain air, mereka duduk di tengah pematang sawah. Melihat hamparan padi yang mulai menguning dan sedikit merunduk. Cahaya matahari senja membuat padi terlihat keemasan. Lembayung mengeluarkan plastik dari kantong celananya, lalu mengikat pada kayu yang tidak terlalu panjang yang ia temukan di pinggiran sawah. Ia membentuk corong dari plastik yang dibawa. Lembayung berlarian di pematang sawah mengejar capung-capung yang beterbangan bebas. Sesekali ia terjatuh dan kembali mengejar sambil tertawa dengan tubuh penuh lumpur.

Komentar