Menulis Untuk Menjaga Kewarasan

Dear Tuan, 

Bagaimana keadaan jiwamu? Perlukah saya bertanya, apakah kau bahagia hari ini? Setelah lima bulan kita hidup dalam ketidakpastian, kecemasan, dan ketakutan yang entah sampai kapan.

Dalam lima bulan terakhir ini, saya pun tidak merasa baik-baik saja. Emosi saya naik turun, begitupun dengan mental saya. Ada hal-hal yang saya syukuri dengan keadaan ini dan banyak yang tidak saya mengerti. 

Hal-hal yang saya syukuri adalah saya punya banyak waktu untuk diri saya sendiri. Bisa membaca banyak buku yang belum dibuka plastiknya. Merencanakan mendapatkan penghasilan lain, memulai hidup lebih sehat, olah raga dan makan-makanan sehat. 

Tuan, suatu ketika saya pernah merasa kosong. Tidak ada hasrat untuk melakukan apapun. Bahkam saya tidak memiliki emosi—marah, sedih, ataupun bahagia. Tiba-tiba di kepala saya terlintas, sepertinya mati lebih baik. 

Hal paling bodoh yang pernah terlintas dalam kepala saya. Padahal kala iti saya merasa tidak mempunyai beban sedikitpun. Tapi, saya kembali ingat seseorang pernah berkata, sosok yang matinya bunuh diri akan sulit untuk ditolong. 

Saya tidak ingin jika pada saat sudah mati pun saya akan susah. Maka satu-satunya cara agar kewarasan saya tetap terjaga adalah kembali menulis. Ya, menulis, setelah beberapa bulan saya tinggalkan kegiatan tersebut.

Menulis bukan cuma cara saya untuk menjaha kewarasan, tapi juga untuk menyapa tuan yang jauh di sana. 

Komentar