Sejenak (Part 1)
Matahari menyelinap masuk dari celah tirai yang tidak tertutup rapat. Cahayanya membangunkanku—memantul dari salib berwarna karat yang tergeletak di atas meja sebelah televisi. Aku memicingkan mata, mencari letak penunjuk waktu.
Selamat ulang tahun aku. Kataku dalam hati. Sambil bertanya-tanya dalam kepala, kenapa hotel tidak menyediakan jam di setiap kamarnya. Kuraba nakas di sebelah tempat tidur, melihat jam yang ada di ponsel. Hanya tersisa 45 menit untuk sarapan.
Dengan gontai aku menuju kamar mandi. Membersihkan diri dan mengganti baju yang pantas. Seketika aku tertegun di hadapan salib berwarna karat—hitam kekuningan. Teringat pada seseorang yang memberikannya kala itu.
Aku menuju restoran hotel di lantai tiga, dengan kepala penuh kenangan, seperti film yang diputar ulang terus menerus dengan kecepatan tinggi. Aku perhatikan orang-orang lalu-lalang dengan koper berbagai ukuran dan warna, untuk mengalihkan isi kepalaku.
Resto hotel tidak terlalu ramai, mungkin aku yang kesiangan atau memang pengunjung yang tidak banyak. Sejenak berkeliling melihat aneka makanan yang disajikan. Mengambil beberapa dan duduk di sudut menghadap bukit berwarna hijau dan hamparan sawah yang mulai menguning.
Di hadapanku tersaji telur mata sapi setengah matang, semangkuk sereal, sepiring buah, segelas air putih, secangkir cokelat panas, dan setangkup kenangan. Ponselku berdering, sebuah nama muncul pada layar. Diorama.
Komentar
Posting Komentar