Perkenalan

Senja berlari kearahku. Wajahnya berseri-seri, terlihat dari senyumnya yang sumringah. Aku menatapnya bingung. Tidak seperti biasanya.

Kupesan dua cokelat panas untuk kami, lalu kusulut rokok mentol kesukaanku. Senja belum juga bercerita. Matanya masih menerawang, senyum tak lepas dari bibir mungilnya.

"Senja, ada apa?" Sentuhan tanganku membuyarkan lamunannya. Ia tersenyum dan menyeruput cokelat panas di hadapannya.

"Kamu tahu Cakrawala. Hari ini, aku diperkenalkan dengan seorang pria, ketika aku sedang membereskan berkas yang berserakan di lantai. Dia mengulurkan tangannya lalu menyebutkan namanya. Aku menyambut uluran tangnnya dengan senyum terbaikku dan menyebutkan namaku dengan lembut, Senja."

Ia bercerita dengan berapi-api. Aku mendengarkan dengan khidmat tanpa menjeda. Kusulut lagi sebatang rokok mentol. Ia kembali menyesap minuman cokelat di hadapnnya, sebelum melanjutkan cerita.

"Namanya Diorama. Berusia sekitar pertengahan tiga puluh, dengan tinggi 180cm dan kulit sawo matang. Jika tersenyum, akan terlihat lesung pipi di ujung garis bibirnya."

Kata-katanya terhenti. Ia menggegam erat tanganku, seperti mencengkram. Matanya tertutup, tapi senyum tidak juga pergi dari wajahnya.

"Aku merasa kosong, ketika ia pergi. Ada yang terbawa saat kami bersalaman. Cakrawala, apakah ini cinta pada pandangan pertama?" Matanya menatapku penuh tanda tanya.

Aku mengangkat bahu sebagai jawaban. Dan menyesap minuman cokelat di hadapanku. Lalu meninggalkan Senja bersama dengan lamunannya.

Komentar

  1. Kereeenn. Aku mau berguru dong buat cerita fiksi. Selama ini baru bisa nulis curhat aja nih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Ibu Nurul. Aku juga masih belajar. Belajar bareng yuk 😁

      Hapus

Posting Komentar