Pesan Singkat (Part 1)
Malam itu ia mengirim sebuah pesan singkat. Saat aku dan Seruni sedang menikmati hidangan penutup di sebuah restoran. Beberapa kali ponselku berdering dalam saku celana.
Aku melihatnya sejenak. Beranjak meninggalkan Seruni menuju toilet. Seruni acuh, ia masih asyik dengan santapannya.
Aku membuka pesan di depan pintu toilet. Aku ingin pergi. Katanya dalam pesan itu. Tidak ada kata lainnya.
Beberapa kali aku mencoba menelponnya. Tidak ada jawaban sama sekali. Aku mencoba tenang, tetap berpikiran positif.
Temui aku di kedai langganan kita, pukul 19.00. Aku membalas pesan singkatnya dengan cepat, sebelum kembali pada Seruni.
Ia menyambutku dengan senyuman. Kuhilangkan cemas dari wajah. Memberikan senyum terbaik untuknya.
"Toiletnya antre, ya, Mas?"
Aku menggeleng. Meneruskan makan yang sempat tertunda.
"Kok lama?" tanyanya lagi penuh selidik.
"Sedikit mules." Kukerlingkan mata menggodanya.
Ia tertawa lepas. Dalam tawanya ia meledek, "Perut ndeso."
Aku hanya tersenyum melihatnya tertawa lepas. Wajahnya merona, memperlihatkan gingsul yang sedikit menyembul. Ia terlihat sangat cantik. Bahkan lebih cantik dari sebelumnya.
"Mas, kok melamun?" Ia memegang tanganku. Mengembalikan kesadaranku.
"Kamu cantik sekali hari ini."
"Cuma hari ini? Hari-hari sebelumnya nggak cantik?" Ia cemberut. Merajuk manja.
Aku menggenggam kedua tangannya. Berbicara lantang di hadapan pelanggan restoran, "Aku, Diorama. Berjanji akan selalu setia dalam suka dan duka. Dan tidak akan menyakiti engkau, Seruni, istriku. Aku akan menjagamu selama hidupku."
Tepuk tangan bergemuruh dari pelanggan restoran. Seruni meneteskan air mata. Ia menangis terharu. Aku mendekapnya lembut, dan membisikan kata, "Selamat ulang tahun pernikahan, sayang."
Komentar
Posting Komentar