Dunia Seruni

Kami berhenti di bangku taman, kembali duduk untuk beristirahat.
Setelah Seruni menarik tanganku untuk keluar dari perpusatakaan kota.

Aku tidak tahu, apa yang sesungguhnya ada di kepala Seruni. Dia seperti mempunyai dunia sendiri. Terkadang dia terlihat berbicara sendiri, bahkan kadang dia menangis, atau ketakutan tanpa sebab.

Seperti yang kulihat di perpustakaan tadi. Tiba-tiba ia terdiam, wajahnya pucat, seperti orang ketakutan.

"Apa lagi yang kamu rasakan, Seruni?" Dengan cemas aku bertanya kepadanya.

"Aku bertemu pangeran, ia mengajakku ..."
Kalimat itu belum selesai. Dia menjerit histeris. Menutup kedua telinganya.

Orang-orang melihatku dengan tatapan curiga. Aku mencoba menenangkannya. Menggenggam salah satu tangannya.

Hanya perlu sedikit waktu untuk membuatnya kembali kepada kesadarannya. Setelah dia benar-benar tenang, dia akan kembali seperti semula. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Aku bertanya apa yang sesungguhnya terjadi pada dirinya.
Tatapannya mengawang kedepan. Beberapa kali tarikan napas sebelum bercerita.

"Menurut psikolog, kecenderunganku mengarah kepada delusi. Delusi persekusi." Dengan suara pelan ia menceritakan itu.

"Seperti tadi, aku melihat pangeran mengajakku tetapi kemudian aku seperti ingin dicelakai, disakiti, dan itu sangat menakutkan sekali." Air matanya kembali mengalir.

Aku hendak mengambilkan tisu. Merogoh tas untuk mendapatkannya.
Aku melihat kearahnya, raut wajahnya berubah. Ia menatapku penuh curiga.

Aku menjadi takut ditatap seperti itu. Tanganku semakin dalam masuk ke dalam tas.

Ia berteriak dan berlari menjauhiku, tepat ketika tanganku mengeluarkan tisu dari dalam tas.

Komentar