Pria berdagu lancip
Aku melihatmu dalam televisi, menatap lekat tanpa berkedip. "Hai, pria berdagu lancip, bisakah kita bertatap dalam dekap?" batinku.
Mungkin, aku terlalu fokus menatap layar tv, membuat gambarnya menjadi buram.
Aku menggosok kedua mataku, untuk memperbaiki penglihatanku. Semua berubah menjadi terang, bahkan lebih terang dari sebelumnya.
Terdengar bunyi bel yang menandakan seseorang masuk. Mataku bergerak kearah pintu, seorang pria masuk dengan gagahnya. Aku terkejut, membuat lupa bernapas.
Pria itu adalah pria berdagu lancip, yang sangat aku idolakan. Dia tersenyum kearahku, membuat semakin nyata kelancipan dagunya. Aku membeku seketika, ketika dia duduk di sampingku.
"Hai, apa kabar?" Sapanya, sambil menjabat tanganku.
Suaraku tercekat, terhenti di tenggorokan. Senyum paling manis kuberikan padanya, sebagai tanda perkenalan.
Aku diajak keluar ruangan, dengan menggandeng tanganku. Kueratkan genggaman tangan, selagi bisa, pikirku.
Kami berhenti pada sebuah bangku, disudut taman.
Dia bercerita dengan suara lembut, dan aku mendengarkan dengan penuh kekaguman. Pria bedagu lancip, berkulit putih, dan berambut gondrong, yang membuat aku terpesona.
Kusandarkan kepalaku di bahunya, dia membelai rambutku, mengecup kepalaku.
Kini, kami duduk berhadapan, saling genggam, saling tatap. Perlahan mendekat, semakin lekat, kututup kedua mataku.
Tepukan tersa di bahuku, dan samar terdengar suara.
"Mba, apotek sudah mau tutup."
Aku berteriak, melihat wajah pria tepat di depan wajahku.
Karena kaget, pria itu ikut berteriak, tidak kalah kencang dengan teriakanku.
Aku melangkah gontai keluar ruangan.
Ternyata itu hanya mimpi, aku tertidur ketika menunggu antrean.
Komentar
Posting Komentar