Ini bukan sebuah akhir

Ponselku bergetar, saat aku dan Diorama sedang menikmati minuman kami.
Satu pesan masuk dari Seruni, sepupuku "Kamu dimana Senja? Segera ke rumah sakit."

Mobil dipacu sangat cepat, tidak seperti biasanya. Aku enggan membahas apapun, pikiranku melayang kepada ibu.
Diorama sepertinya mengerti akan kegelisahan hatiku, tidak ada kata yang keluar dari bibir lembutnya itu.

Aku bergegas turun,dan berlari menuju ruang rawat inap ibu.
Seruni berlari sambil menangis, ke arahku.
"Ibu sudah tidak ada." Pelukannya sangat erat, air matanya mengucur deras seperti air terjun.

Hatiku hancur, Ini seperti akhir dari segalanya, seperti tidak akan ada kehidupan lagi. Aku ditinggalkan oleh satu-satunya orang yang sangat kucinta.

Aku terduduk lemas, tulang belulang meninggalkan tubuhku. Tak kuasa menahan air mata yang jatuh, rasanya ingin berteriak tapi mulut ini kelu.

Diorama membantuku berdiri, memapahku menuju sudut lorong rumah sakit, agar tidak mengganggu orang lalu lalang.

"Kamu kuat?" tanyanya.
Aku mengangguk lesu, dia menggandengku menuju kamar mayat.

Aku berteriak histeris, saat melihat ibu terbujur kaku. Wajah cantiknya masih terlihat jelas, walau sudah pucat pasi.

Aku tidak kuat, Diorama membimbingku menuju bangku yang ada di luar,  untuk meredakan tangisku.
"Hey ... Lihat aku. Sudah bisa tenang?" Dia berlutut agar mata kami sejajar. Aku tertunduk, tangisku semakin pecah.

Dia merubah posisinya, duduk di sebelahku. Aku bersandar di bahunya, satu tangannya membelai kepalaku, dan tangannya yang lain menggenggamku.

Dia berkata dengan lembut sekali
"Ini bukan seperti akhir zaman, yang semuanya sudah selesai, dan ini juga bukan akhir dari kehidupamu. Tetapi ini kehidupan baru, buat ibu, di tempat yang lain."

Komentar