Memaafkan lalu merelakan

Seruni lahir dari keluarga petani sawit, ia tumbuh dengan normal, layaknya anak-anak seusianya. Ia berkembang menjadi remaja yang anggun dan berbakat. Masa remajanya, dia lalui dengan keceriaan dan prestasi yang gemilang.

Tapi, itu semua berubah. Setelah kejadian perampokan dan pemerkosaan yang dia alami, beberapa tahun silam. Seruni ditemukan tidak sadarkan diri dan setengah telanjang, oleh beberapa petani sawit, dekat perkebunan mereka bekerja.

Seruni mengidap PTSD (Posttraumatic stress dissorder). Ia berubah menjadi anak yang pendiam, pemurung, dan tidak mau berinteraksi dengan orang luar. Jika, dia kembali teringat akan peristiwa itu, maka seruni bisa menjadi histeris, tidak tidur berhari-hari.

Seruni semakin terpuruk, ketika dia mengetahui dirinya hamil. Percobaan bunuh diripun pernah dia lakukan beberapa kali, tetapi semua gagal.

Orangtuanya sangat terpukul, atas apa yang terjadi dengan Seruni. Petani sawit sederhana, yang malang.
Mereka tidak menyerah, mereka merelakan semua itu terjadi pada keluarga mereka. Mereka saling merangkul untuk kesembuhan Seruni.

Membawa seruni ke psikiater adalah adalah cara yang tepat untuk mengobati traumanya. Beberapa bulan berlalu, kondisi Seruni semakin membaik. Beserta semakin membuncitnya perut Seruni.

Seruni sadar, dia tidak bisa hidup dalam ketakutan seperti ini terus. Karena di dalam tubuhnya ada kehidupan yang lain, kehidupan yang membutuhkan dirinya.
Walau, dia belum sepenuhnya sembuh, tetapi dia bisa mengendalikan ketakutan-ketakutannya.

Seruni menyadari, apa yang terjadi pada hidupnya adalah kehendak dari yang Kuasa.
Sebelum dia bisa merelakan atas apa yang terjadi, dia harus memaafkannya terlebih dahulu.

Ya, Seruni memaafkannya, merelakan semua itu. Lalu, ia berdamai dengan dirinya sendiri.

Komentar