Ayah, Aku Rindu (Part 2)
Kata-kataku tertahan di ujung lidah. Belum sempat aku mengucapkannya kulihat wajah Diorama sedikit panik, setelah menerima telepon.
"Telepon dari siapa, Mas?"
Diorama tidak menjawab. Ia sibuk memebereskan laptop dan tumpukan kertas, yang berserakan di atas meja.
"Dari Senja?" tanayaku, dengan nada sedikit tinggi.
Diorama hanya menatapku sejenak. Lalu tersenyum. Memamerkan lesung pipi di sudut bibirnya.
"Aku pergi sebentar, ya, Dik. Tiket kita ada di laci meja."
Aku diam. Tidak mempedulikannya.
"Hey... Sayang, aku hanya pergi sebentar. Dan aku janji, aku akan pulang segera, agar kita tidak ketinggalan pesawat."
Pelukan hangat medarat di punggungku.
Aku masih diam. Pelukannya semakin erat. Bibirnya mendekati telingaku, membisikkan sesutau.
"Aku mencintaimu." Kecupan lembut mendarat tepat di kepalaku, sebelum ia pergi.
Aku masih diam di tempatku. Air mata yang kutahan sejak tadi, keluar dengan teratur. Kekecewaan muncul dengan tiba-tiba.
***
Diorama belum juga pulang. Aku gelisah menunggu kedatangannya. Takut terlambat menuju bandara.
Beberapa kali, kucoba untuk menelponnya. Jawabannya selalu sama. "Telepon yang anda tuju, sedang berada di luar jangkauan."
Perasaanku semakin kacau. Kecurigaan menjejali pikiranku. Menerka apa yang sedang ia lakukan dengan orang yang bernama Senja.
Lagi-lagi air mataku tidak bisa terbendung. Nyaris ingin berteriak.
Mas, aku pergi.
Seruni
Kutinggalkan pesan dalam sebuah kertas. Meletakkannya di atas meja, di bawah dua tiket yang sudah dipesannya.
Komentar
Posting Komentar