Hallo Google Translate

Aku berasal dari Timur Indonesia. Hidup dalam garis kemiskinan. Aku anak kedua dari lima bersaudara.

Tanah kami kering, walau alam kami sangat indah. Untuk makan saja susah, apalagi untuk sekolah.

Aku merasakan sekolah hanya sampai tingkat dasar. Mengenal baca tulis, itu sudah lebih dari cukup.

Kakakku sudah berkeluarga. Hidupnya sama seperti orangtuaku, miskin. Ketiga adikku akan bernasib sama, jika mereka tidak bersekolah.

Kuputuskan untuk mengadu nasib di Ibu Kota, yang katanya lebih kejam dari ibu tiri. Sebagai bekal di Jakarta, aku membawa barang berhargaku. Pakaian natalku dan kamus bahasa inggris.

Aku ikut bersama sepupuku yang menjadi ART di Jakarta. Ia bekerja pada keluarga bule. Keluarga tersebut belum terlalu fasih berbahasa indonesia.

Di awal aku bekerja, aku bingung melihat sepupuku. Saat majikan kami berbicara, ia mengeluarkan ponsel, mendekatkan ke mulut majikan kami.

Bahkan saat nyonya rumah sedang ngomel. Sepupuku akan langsung mengeluarkan ponsel pintarnya, walau tidak menngarahkan pada nyonya yang sedang marah itu.

Suatu kali, aku dipanggil oleh nyonya rumah. Ia memintaku mengambilkannya minuman dingin, dengan bahasa inggris yang tidak aku mengerti.

Aku sibuk membuka kamus. Mencari arti dari yang diucapkan nyonya rumah. Ia marah, karena aku sibuk dengan kamusku.

Nyonya rumah memanggil sepupuku. Melimpahkan tugasku kepadanya.

Sepupuku mendatangiku dengan kesal. Wajahnya di tekuk. Kamusku dilempar seenaknya.

"Kampungan sekali kamu. Sekarang zaman sudah maju, buku kamus tidak lagi dibutuhkan. Semua ada di ponsel pintar ini. Kamu tinggal memakai google translate, untuk menerjemahkan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Tapi tidak ke bahasa timor." Ia memarahiku, sama seperti nyonya rumah yang sedang marah.

"Su sana, kerja lagi. Besok aku minta nyonya membelikan ponsel untukmu."

Aku pergi masih dengan kebingungan yang sangat besar.

Komentar