Ayah, Aku Rindu (Part 4)
"Seruni, maaf aku terlambat." Kumasuki rumah dengan sedikit tergesa. Berharap ia menyambutku dengan senyuman.
"Seruni, sayang, kamu di mana?"
Kukeraskan suaraku. Berharap ia segera menemuiku, dengan kejutan yang dimilikinya.
Suasana semakin hening, ketika kutemukan sepucuk surat di atas meja, di bawah dua buah tiket.
Mas, aku pergi.
Seruni
"Kenapa ia tidak mau menungguku sebentar lagi saja." batinku.
Ada sedikit rasa kesal, dan perasaan bersalah terhadapnya.
"Angkat teleponku, Seruni."
Berharap ia mau segera menjawab telepon dariku.
Aku terus mencoba beberapa kali, tetapi tak ada jawaban.
Aku segera ke bandara, membawa dua tiket penerbangan. Berharap ia menungguku di sana.
Tidak biasanya ia bersikap seperti ini. Aku mengenal betul karakternya. Berbagai pertanyaan muncul di kepalaku. Mungkin ia pergi karena pertengakran kemarin.
Penyesalan menjalari diriku. Menyakiti wanita yang selalu setia menungguku di rumah.
***
Seoramg pria paruh baya muncul. Setelah beberapa kali kuketuk pintu rumah. Iaenyambutku dengan ramah, mempersilakanku masuk.
"Apa kabar, Pak?" tanyaku, pada bapak mertuaku.
"Baik, Nak. Nak Diorama, sendirian? Seruni tidak diajak?" Matanya mencari-cari anaknya, yang menjadi istriku.
"Seruni belum sampai, Pak?" dengan keheranan aku bertanya balik.
Aku panik karena tertnyata Seruni tidak ada di rumah bapak. Penyesalan semakin dalam menyerangku.
"Ada apa sebenarnya, Nak?" tanya bapak mertuaku dengan lembut.
Kuceritakan semua kepadanya. Juga tentang Senja. Bapak mertuaku mendengarkan dengan seksama. Mengangguk pelan dan tersenyum.
"Sabar ya, Nak. Mungkin Seruni hanya sedang emosi saja. Dia pasti akan datang ke sini. Sebaiknya kamu ceritakan hununganmu dengan Senja, kepada Seruni."
Komentar
Posting Komentar