Perempuan Pencari Senja

Beberapa hari terakhir, setiap senja tiba. Seseorang mendekatiku, mengusik kegiatanku menikmati langit yang berubah warna. Ia menanyakan hal yang sama setiap harinya. 

"Apakah kamu melihat senja seperti yang ada dalam mimpiku?" tanyanya putus asa.

Aku menggeleng. Memasang wajah bingung setiap kali ia bertanya. Kekecewaan tersirat ketika bias senja menerpa wajahnya. Ia menunduk sejenak, mengembuskan napas kuat-kuat. Lalu menjatuhkan badannya di sebelahku.

"Bukan seperti ini," katanya pelan, Seperti berbicara pada diri sendiri.

"Apa?" teriakku, sambil menoleh kepadanya.

Ia menggeleng. Wajahnya kaku, dengan terpaksa memandangi senja yang mulai hilang. Kami berdua terdiam, hanya gemuruh ombak yang memecah kesunyian.

"Kemana lagi kamu akan mencari senja, seperti yang ada dalam mimpimu?" teriakku lagi.

Ia masih diam seperti tadi, tangannya mulai meremas pasir di sekitarnya. Aku menariknya, mengajak ke tempat yang lebih hening.

"Berceritalah." Aku menatapnya dengan tajam. Berharap ia mau menceritakan masalahnya.
Ia menarik napas sangat dalam. Matanya menerawang jauh.

"Ini tentang mimpiku. Mimpi yang sudah sangat lama. Mimpi yang tidak pernah hilang dari ingatanku."

Aku diam. Mendengarkan tanpa menjeda.

"Kala itu, seorang pria mengajakku ke sebuah tempat, di pinggir pantai. Kami berdiri di atas balkon yang sangat luas. Menikmati pergantian terang menuju gelap. Itu senja terindah yang pernah kulihat. Bahkan terlalu indah untuk di deskripsikan. Tidak ada diksi yang tepat untuk menggambarkan keindahannya."

Hari semakin gelap. Bicaranya penuh semangat, matanya mulai berbinar.  Bulan dan bintang menampakan wujudnya, seakan ikut merasakan keindahan senja yang ada dalam mimpinya.

"Selama ini, aku mencari senja di gunung dan pantai yang berbeda-beda. Tetapi tidak ada senja yang sama, seperti dalam mimpiku. Langit selalu memancarkan warna jingga, biru dan hitam terlalu kuat. Tidak lembut seperti dalam mimpiku. Dan pria itu ... Aku lupa wajahnya seperti apa. Ia pergi, bersama senja yang berganti malam."

                                                           ***

Kubuka penutup matanya, setelah sampai di bagian lain pulau ini. Langit sudah berwarna jingga. Semburat hitam dan biru mulai muncul.

Ia tercengang, menatap langit dan aku secara bergantian.

"Mungkin, senja ini tidak sama seperti di mimpimu. Tetapi dari tempat kita berdiri, kita bisa melihat senja terbaik di pulau ini. Sudahi pencarianmu akan senja. Karena tidak ada hal yang sama persis, terjadi dua kali. Nikmatilah apa yang ada di hadapanmu saat ini."

Ia melepaskan genggamanku. Berlari menuju pantai berombak tinggi. Lalu menghilang bersama senja yang menjadi gelap

Komentar