Karya Lintang
Sebuah undangan berwarna jingga tergeletak di atas meja. Lintang memintaku datang ke pameran tunggalnya.
Pameran jalanan, namanya. Mungkin karena diadakan di trotoar jalan taman kota.
"Kamu harus datang, Senja. Ada kejutan untukmu," katanya, dalam pembicaraan di telepon.
"Bolehkah aku membawa seseorang bersamaku?"
"Tentu saja."
Aku meminta Diorama menemaniku ke acara pameran Lintang. Sebuah karya yang dipersembahkan untuk mereka yang menyukai lukisan.
***
Kami bergandengan menuju pameran jalanan berada. Berderet lukisan tersaji di sana. Lukisan tentang senja, warna jingga, biru dan hitam yang seimbang.
Lukisan senja di atas gunung dan di pingggir pantai. Seolah-olah bercerita tentang kesunyian dan penantian.
Ada satu lukisan yang menarik perhatianku. Sebuah lukisan yang bergambarkan sepasang manusia di atas menara. Wanita yang sedang menikmati senja dan pria yang menikmati wanitanya.
"Lihat itu, lukisan itu sangat indah," tukas Diorama, sambil menunjuk lukisan menara tadi.
"Kasihan pria di dalam lukisan itu. Sang wanita tidak peka terhadap perasaan pria itu," celotehnya lagi.
Aku diam. Ingatanku tertuju pada peristiwa di atas menara bersama Lintang. Apakah wanita di dalam lukisan itu adalah aku.
Sentuhan Diorama membuyarkan lamunanku. Kala Lintang menyebut namaku dalam karyanya.
Lintang membuka lukisan yang sedari tadi ditutupi kain hitam. Lukisan itu dinamakan 'senja dalam Senja'.
Diorama menatapku penuh tanya. Wajahku tercetak dalam kanvas berwarna jingga. Dalam lukisan tersebut, mataku berisikan senja yang sangat lembut.
Saat kami sedang berpandangan. Lintang medekati kami. Memperkenalkan namanya kepada Diorama.
"Lintang," ucapanya
"Diorama." Dengan senyum sinis, ia menyambut uluran tangan Lintang.
Komentar
Posting Komentar