Di Balik Kemeriahan Pesta

Aku bersama Lintang berjalan-jalan menyusuri Ibu Kota. Melihat keramaian dan atusias warga menyambut pergantian tahun. Panggung-panggung hiburan di pasang di beberapa titik. Para pedagang kaki lima berjajar rapi di tempat yang sudah disediakan. 

Malam ini suasana kota sangat ramai. Riuh dan ceria. Suara-suara dari alat pengeras suara terdengat bersahut-sahutan. Para penjaja makanan menawarkan denhan suara yang tidak kalah keras. Orang-orang bergerombol dan tertawa sama kerasnya. 

Perlahan-lahan kami menepi, menjauh dari pusat keramaian. Semakin jauh berjalan semakin terasa hening. Tidak ada lampu warna-warni, tidak ada panggung hiburan atau para penjaja makanan yang berteriak-teria. 

Mata kami tertuju pada seorang bocah laki-laki, yang umurnya kira-kira enam tahun. Ia sedang asyik bermain kelereng sendirian, di sebelah gerobak penuh kardus bekas. Badannya sedikit gembul, sehingga susah jika harus berjongkok.

Kami menghampiri bocah laki-laki itu, "boleh ikutan main?" Kata Lintang sambil jongkok di sebelahnya. Ia mengangguk dengan senyuman yang manis. Memamerkan gigi depannya yang bolong dan lesung pipi yang hanya sebelah. 

Ketika sedang asyik bermain, langit bercahaya dengan cahaya yang indah. Suara kembang api menggelegar menambah suasana pergantian tahun menajadi gegap gempita. 

Bocah laki-laki itu terpaku menatap langit. Mulutnya sedikit terbuka karena takjub. Kami saling berpegangan tangan menikmati keriuhan yang berlangsung. 

Lintang membelai punggungku lembut. Ia mengerti apa yang sedang kurasakan. Aku merasa sedih dan sangat miris, melihat keadaan yang sangat kontras. Di lokasi yang tidak terlalu jauh dari kemeriahan pesta ada seorang bocah laki-laki sendirian di kolong jembatan di sebelah gerobak berisikan kardus bekas. 

Komentar