Redup

'Lilin kecil menyala di sini, kuredupkan kembali lagi. Kupanjatkan doa tulus suci. Kuingat hari ini ulang tahunmu'

Sudah lima jam aku memutar lagu Elite berjudul 'kado ulang tahun' tanpa henti. Jika saja ponsel bisa berbicara, mungkin ia akan bilang cukup. Jangan lagi memutar lagu itu.

Aku tidak sabar untuk bertemu Diorama pukul tujuh, malam nanti. Di kedai kopi langganan kami. Sebuah kedai di pinggiran Jakarta, nan  tidak hanya menjual kopi.

                             ***
Kedai hampir tutup. Kupandangi derai hujan bersama sisa-sia asaku.  Tidak ada tanda-tanda kedatangan Diorama. Tidak juga pesan singkat darinya.

Seharusnya ia sudah datang beberapa jam lalu. Merayakan pertambahan usianya, bersamaku. Aku sudah mempersiapkan hadiah spesial untuknya. Sebuah kado berbalut kertas hitam.

"Maaf, Mbak, kedai sebentar lagi akan tutup." Pegawai kedai mendatangiku, mengingatkan.

Aku mengangguk lemah, tersadar dari lamunan. Kutambah pesanan agar bisa sedikit lebih lama lagi.
Ini gelas keempat minumam beralkohol kupesan. Kuteguk cepat, tanpa menyesapnya lagi.

Pandanganku mulai sedikit kabur serta otakku tak lagi jernih, perlahan kupenjamkan mata. Berharap Diorama ada di hadapanku. Bersama-sama memadamkan lilin serta saling genggam. 

Kubuka mataku. Sendiri juga kutemui. Tidak ada siapa-siapa. Sejenak kupandangi nyala lilin di hadapanku. Ia menyala tenang. Melelehkan dirinya sendiri.


Alarm ponselku berbunyi, tanda hari telah berganti. Aku beranjak menerobos hujan saat rintik telah usai. Sedikit bergumam, menyenandungkan lagu Elite. Meninggalkan lilin nan meredup bersama kado berwarna hitam.

Komentar