Satu Tahun Lalu

Aku kembali ke tempat di mana satu tahun lalu aku berada. Satu tahun lalu ketika kami bertiga bertemu. Diorama meminta aku dan Lintang menemuinya di kedai langganan kami. Sebuah kedai di pinggiran kota, tempat aku dan Diorama pertama kali bertemu berdua. 

Aku memilih tempat sama seperti satu tahun lalu. Bedanya, kini aku hanya sendiri menikmati segelas cokelat panas diiringi rintik hujan dan musik jazz. 

Kala itu, sebuah pesan singkat dari Diorama masuk ke ponselku. Ada yang ingin aku bicarakan, kutunggu di kedai langganan kita jam 7 malam. Sekilas kubaca pesan singkat itu, lalu, sibuk dengan rutinitas. 

Kupercepat langkahku menuju meja yang sudah dipesan. Sesampainya di sana, Diorama dan Lintang sedang asyik berbincang. Aku terpaku menatap heran.
Diorama mempersilakan duduk di sisinya. Sedangkan Lintang hanya tersenyum menyapaku. 

"Tidak usah bingung seperti itu. Minum dulu." Diorama menyodorkan segelas cokelat panas. 

"Hmm ... Kenapa ada Lintang juga?" tanyaku, masih dengan kebingungan. 

Lagi-lagi Lintang hanya tersenyum. Tidak teelihat canggung. Seperti bertemu dengan sahabat lama.

"Kami pernah beberapa kali bertemu. Awal pertemuan kami memang tidak disengaja." Dioama sedikit menjelaskan. 

"Lalu?" Aku mengangkat bahu, keherananku belum juga terjawab. 

"Aku meminta Lintang dan kamu ke sini, karena ada yang ingin kusampaikan." Diorama menggenggam tanganku. Ia tidak merasa canggung melakukannya di hadapan Lintang. 

Sedari tadi Lintang tidak membuka mulut. Ia hanya tersenyum atau mengangguk untuk mendukung perkataan Diorama. 

"Lintang, aku percaya, kamu bisa jaga Senja. Tolong jaga dia."

Aku dan Lintang bertatap-tatapan. Lalu, kembali menatap Diorama dengan mata sedikit melotot. 

Diorama menggenggam kedua tanganku, medekatkan bibirnya kearahku, "Aku harus pergi." 
Napasku tercekat. Mencoba mengartikan kata-kata yang diucapkan Diorama. 

                         *** 

"Nggak bagus melamun malem-malem." Suara Lintang membuyarkan ingatanku.
"Tepat satu tahun yang lalu, ya?" katanya lagi. 

Aku mengangguk, melihat ke luar jendela. Menyembunyikan air mata yang hampir jatuh. 

Komentar