Gadis Berkerudung Merah (Part 2)
Gadis kecil berkerudung merah tersenyum, mengambil keranjang dan menuju rak-rak berisi roti dengan aroma yang sangat menggiurkan.
Sambil menunggu gadis kecil memilih roti yang dia inginkan, aku duduk di sudut toko memesan dua gelas cokelat panas. Aroma roti mengingatkanku akan ibu. Ibu yang kini berada sangat jauh dariku. Mungkin ribuan kilometer atau bahkan ratusan ribu kilometer.
"Kenapa kamu menangis?" Gadis kecil itu menatap heran ke arahku. Tiba-tiba ia sudah berada di hadapanku dengan tumpukan roti yang hampir menutupi separuh wajahnya.
Aku menggeleng—menghapus cepat air mata yang tak terasa mengalir. Kusodorkan segelas cokelat panas dan mengambil semua roti dari tangannya. Memanggil pegawai kedai untuk membungkusnya.
Kami duduk berhadapan dengan masing-masing segelas cokelat panas. Ia menyeruput habis dengan cepat. Lalu berdiri di sebelahku.
"Kamu mau ikut denganku?"
Aku mengangguk. Kami berjalan menyusuri kota. Rintik hujan masih turun. Kedua tanganku penuh dengan plastik besar berisi roti dan gadis kecil itu membawa satu plastik yang tidak terlalu besar.
Selama dalam perjalanan gadis kecil berjalan riang. Sesekali terdengar senandung pelan daru mulut mungilnya. Sesekali juga ia melompat-lompat kecil di hadapanku.
"Kita sampai," katanya, riang.
Mataku terbelalak. Suaraku tercekat. Ia menarik tanganku agar aku mengikutinya. Seperti kerbau dicocok hidungnya, aku patuh dan mengikutinya dari belakang.
Ia berhenti dan kembali menunduk. Melipat kedua tangannya dan memejamkan mata. Ia terlihat khusyuk, mulutnya merapalkan doa. Dan, aku pun melakukan hal yang sama.
Setelah ritual itu dia lakukan. Ia membagikan roti yang kami beli tadi. Menaruhnya satu di tiap pusara di hadapanku.
Komentar
Posting Komentar