Berada di sisimu
Dia berlari-lari kecil menuju kearahku, rambutnya lepek, sebagian bajunya basah. Dia ikut menepi bersamaku di ujung peron, agar tidak semakin basah, karena atap stasiun tidak cukup menutupi seluruh peron.
Beberapa kereta aku biarkan lewat begitu saja, bukan karena tidak bisa masuk, tetapi berada di sebelahnya adalah hal yang paling menyenangkan.
"Bagaimana harimu?" Tanyanya untuk memecah kebisuan.
Lengan kami saling bersentuhan, aku menunduk karena tersipu.
"Aku tidak melihatmu di kantor seharian ini," tambahnya lagi.
"Sibuk." Jawabku sekenanya.
"Laporan untukmu belum selesai."
Hujan mulai reda, kereta ke arah Bogor memasuki stasiun. Dia menarik tanganku, dan berlari mengejar kereta.
"Ini delapan gerbong," teriaknya.
Dia masih menggandeng tanganku, ketika kami sudah berada di 'gerbong campuran'. Napasku masih terangah-engah, saat dia menyuruhku duduk. Aku menggeleng, kubiarkan orang lain menggunakannya, karena berada di sisinya adalah tempat yang paling menyenangkan.
Tinggiku hanya sebahunya, sedikit susah untuk menggapai pegangan atas kereta. Aku hampir terjatuh, pijakanku belum tetap, dengan sigap dia menangkap tubuhku. Nyaris aku terjerembab.
"Terima kasih," ucapku.
Dia mengulurkan tangannya, "biar tidak jatuh lagi," katanya.
Dengan senyum sumringah, kusambut uluran tangannya.
Aku tidak turun di stasiun tujuanku. Masih ingin berada di genggamannya.
"Kamu tidak turun?" tanyanya.
"Aku mau ke rumah saudaraku, tiga stasiun lagi."
Dengan senyum jahil aku berpikir
"Bereda di sisimu adalah hal yang aku impikan"
ehemmmm ... sesuatu
BalasHapusMalu, digoda ibu Dian 😀
Hapus