Membuat Luka

Senja menghampiriku, ia terlihat ceria, seperti biasanya. Sudah lama kami tidak bertemu. Sepertinya dua tau tiga minggu.

Ia membawakanku segelas air putih hangat. Menyingkirkan beberapa kaleng bir kosong yang berserakan di sekitarku.

"Sudah berapa batang rokok yang kamu hisap, Cakrawala?" Ia bertanya dengan nada sedikit geram.

Aku diam. Kembali menghisap dan menghembuskan asapnya ke arah Senja.
Ia terbatuk. Memukul bahuku dengan keras. Kami tertawa bersama, dan hening seketika saat aku berusaha menciumnya.

Ia terlihat canggung. Beranjak meninggalkanku di balkon kamar. Ia sedikit berubah sejak mengenal Diorama. Kami mulai jarang bertemu. Aku terluka melihat perubahannya. Ada rasa cemburu bertakhta dalam diriku.

Langit malam ini sepi, tidak ada satu bintang pun menjadi penghias. Atau mungkin, sinar bintang kalah dengan lampu-lampu kota yang sangat menyilaukan.

Senja kembali duduk di sebelahku. Ia sudah mengganti bajunya dengan daster yang ada di lemari. Perlahan kepalanya rebah dalam pangkuanku.

Kumatikan rokok yang masih setengah. Membelai kepalanya dengan lembut. Ia bercerita tentang hubungannya dengan Diorama.

"Aku harus segera mengakhiri hubungan ini. Agar tidak ada yang merasa dilukai."
Kami saling menatap. Lekat.

"Apa kalian sudah berkomitmen untuk hubungan yang lebih serius?"

Ia menggeleng, "Kami tidak pernah membicarakan hubungan ini dengan serius. Kami menjalaninya begitu saja."

"Lalu?" kataku penasaran.

"Samapi pada saat, Diorama berbicara mesra dengan orang yang telah memilikinya, melalui telepon. Seperti ada yang menyayat hatiku. Aku tidak ingin terluka lebih dalam. Atau menimbulkan luka bagi seseorang."

Ia kembali beranjak. Berbisik pelan, "Aku membelikanmu daster berwarna jingga. Pakailah untuk tidur malam ini." Ia mencium pipiku cepat. Lalu hilang di balik pintu.

Komentar