Pubertas
Waktu itu kira-kira umurku empat belas tahun. Masih kelas dua SMP. Tahap pubertas akan dimulai. Ditandai dengan hadirnya menstruasi pertama.
Di masa-masa itu, aku mulai tertarik pada lawan jenis. Aku jadi lebih bergairah menjalani hari-hari. Aku jatuh cinta.
Aku masih ingat ketika cairan berwarna merah keluar dari tubuh. Aku tidak begitu senang, karena aku tidak bisa sebebas dahulu.
Ibuku akan memperlakukan hal yang sama kepadaku, seperti kakakku ketika ia sudah mendapatkan menstruasi.
Ibu melarang ia untuk bermain lompat tali. Ibu akan berteriak, "Seruni, sudah besar jangan main lompat tali lagi."
Lalu, ibu juga melarang kakakku bermain dengan teman-teman prianya. Ibu membatasi ruang geraknya. Kakakku merasa mata ibu ada di mana-mana.
Aku masih saja duduk di atas closet. Memikirkan, untuk bercerita tentang menstruasi pertamaku atau tidak.
***
Perutku melilit, seperti ada yang meremasnya. Para tamu undangan mulai berdatangan. Teman-teman satu kelasku silih berganti memberi ucapan selamat ulang tahun.
Lilin dengan angka lima belas mulai meleleh di atas kue berwarna biru. Belum sempat aku meniupnya.
Keringat bermunculan dari setiap pori tubuhku. Dadaku mulai sesak. Sulit sekali rasanya untuk bernapas. Semuanya berubah menjadi putih, sangat terang.
"Anak ibu keguguran. Kita harus mengambil tindakan untuk mengehentikan pendarahannya."
Aku masih setengah sadar. Tangisan ibu pecah, membuat kata-kata itu terdengar sayup di telingaku.
Semua kembali berwarna hitam. Sunyi.
Komentar
Posting Komentar