Taman Kota

"Wajahmu terlihat sendu," sapaku pada wanita yang duduk di bangku taman.
Tatapannya menerawang jauh, seperti ada beban puluhan ton yang harus ia pikul.

Aku menghampirinya tanpa canggung. Ia bergeming. Acuh dengan kehadiranku.
Mentari mulai surut, sinar senjanya menerpa sebagian wajah wanita di sebelahku.

Ia terlihat anggun. Kepalanya tegak tidak menunduk. Bulu matanya panjang, hidung dan bibirnya memiliki porsi yang pas pada wajahnya.

Sebuah bola mengenai kakiku, ketika aku sedang menikmati keindahan wajah wanita di sebelahku.

Saat sore, taman ini menjadi lebih hidup. Terdengar suara anak-anak yang berkejaran. Teriakan para orang tua kepada anaknya agar berhati-hati. Juga, klakson kendaraan yang terdengar dari kejauhan.

"Jika ingin berbagi, kamu bisa cerita. Mungkin saya tidak bisa membantu tapi barangkali kamu akan merasa lebih ringan."

Ia melirik sesaat, lalu kembali pada kesunyiannya.

"Semua manusia yang hidup mempunyai masalah. Berat atau ringan, itu semua tergantung dari bagaimana kita menerima keadaan tersebut. Hidup itu berproses. Kadang kita merasakan luka dan bahagia di saat yang sama. Kalau kata pepatah, hidup itu seperti roda."

Ia masih saja diam. Bahkan melirik pun tidak.

"Maaf, saya terkesan menggurui. Kita hanya perlu menikmati setiap prosesnya. Tidak bisa protes, apalagi melawan kehendaknya."

Ia berlalu meninggalkan wangi aroma tubuhnya, tenggelam bersama senja yang mulai menghitam.

Komentar