Cincin (1)

Diorama memutar-mutar cincin di jari manisnya. Sesekali melepas dan memakai kembali pada jari lainnya. Lalu melemparkan ke atas meja dan membiarkan begitu saja. 

Ia memjamkan mata. Menyandarkan kepala pada badan kursi. Ingatannya melayang pada sebuah peristiwa. Kenangan-kenangan itu berkelebat dalam kepalanya, seperti film yang diputar ulang.

Pintu terbuka setelah beberapa kali ketukan tidak ia hiraukan. Seorang wanita masuk membawa secangkir kopi arabika tanpa gula. Menekan sakelar di dekat pintu

"Silau tau," kata Diorama, sambil menutup wajah dengan tangan.

"Kenapa gelap-gelapan sih, Mas?" Wanita itu menaruh cangkir kopi di atas meja. 

Ia melihat cincin yang tergeletak begitu saja. Wanita itu memandangi pria di hadapannya sambil mengerutkan dahi. Sedangkan Diorama dengan santainya menyesap kopi kesukaannya.

Wanita itu mengambil cincin dari atas meja. Mendekatkan pada wajah Diorama, "Kenapa, Mas?"

Diorama mengangkat bahu, "Tidak apa-apa."

"Kalau tidak ada apa-apa, ini apa?" Wanita itu menunjukan cincin di tangannya.

"Kenapa kamu lepas cincin ini? katanya lagi.

"Tumben kopimu tidak enak." Diorama mengalihkan pembicaraan

"Jangan mengalihkan pertanyaan." Wanita itu terlihat mulai kesal.

Diorama beranjak menuju balkon ruang kerjanya. "Jangan lupa matikan lampu kalau keluar ruangan." Ia meninggalkan wanita itu begitu saja.

Tak lama berselang terdengar suara pintu dibanting dengan keras dan ruangan kembali gelap. Diorama hanya menoleh dan mulai menyalakan rokok. 

Bersambung... 

Komentar