Wanita yang Tidak Suka Pelukan

 Di atas balkon kami duduk bersisian, memandang cakrawala yang berwarna merah kekuningan. Aku menyeruput kopi yang mulai dingin sambil menoleh ke arahnya. Ia bergeming. Masih dengan posisi yang sama
"Minuman cokelatmu sudah dingin," kataku memecah keheningan.

"Bagaimana caranya berdamai dengan masa lalu?" Ia tanpa menoleh sedikit pun.

"Bagaimana caranya memaafkan diri sendiri?" katanya lagi.

Wajahnya terlihat sendu sama seperti langit yang perlahan gelap. Aku menyentuh pundaknya perlahan. Ia terkejut. Menepis tanganku dengan kasar. Matanya membelalak.

"Jangan sentuh!" Suaranya keras bernada marah.

Aku mundur dengan tangan terangkat.
"Maaf," kataku.

Ia memalingkan wajahnya dariku, kembali menatap langit seperti tidak akan pernah melihatnya lagi.

"Langitnya sudah hitam," katanya datar. Tidak ada lagi nada kemarahan seperti sebelumnya. Seperti tidak pernah ada kejadian apa-apa.

Kini kami duduk berhadapan. Ia merapikan poni yang acak-acakan sambil tersenyum ke arahku.

"Maaf untuk yang tadi," katanya.
"Aku yang harusnya minta maaf, karena mengejutkanmu."

Lagi-lagi ia tersenyum tanpa memperlihatkan barisan giginya yang rapi. 

"Bagaimana caranya memaafkan diri sendiri?" tanyanya lagi.

Aku mengangkat bahu sebagai jawaban. Bingung menjawab pertanyaan seperti ini dari orang yang baru kukenal.

"Kau tidak tau atau tidak mau menjawabnya?" Ia berdiri dan melangkah pergi.

"Maafkan semua orang yang pernah membuatmu membenci dirimu sendiri*," jawabku sebelum ia benar-benar menghilang.

Bersambung...

Catatan:
*Kutipan dari #deargod- @vonny  Evelin Jingga

Komentar