Proses Menulis
Lagi-lagi malam ini saya malas menulis cerita fiksi. Tapi saya tetap harus menulis karena tugas. Mungkin saya akan bercerita proses menulis saya.
Kenapa menulis?
Saya menulis karena ada hal yang saya rasakan tetapi tidak bisa saya bicarakan atau ceritakn kepada orang lain. Menulis buat saya itu seperti bercerita tanpa takut untuk dihakimi.
Alasan lainnya adalah karena ada hal-hal yang saya inginkan tetapi tidak akan terjadi di duni nyata. Dengan kata lain, menulis membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Menulis membuat saya berimajinasi tanpa batas. Juga menjadi proses melepaskan emosi. Baik emosi positif atau negatif.
Dapat ide dari mana?
Idenya dari mana saja. Kadang dari lagu, cerita orang, kejadian saat itu, dan banyak lagi. Bahkan dari satu kalimat yang orang lain ucapkan.
Prosesnya seperti apa?
Nulis ya kalau mau saja. Buat saya yang menulisnya masih sesuka hati atau sesuai dengan suasana hati.
Tapi, beda cerita kalau lagi ikut kegiatan seperti 30DWC ini. Mau nggak mau saya harus menulis setiap hari.
Biasanya saya menulis mendekati batas akhir waktu yang ditentukan. Saya sudah mulai berpikir di jam sepuluh malam dan baru mulai menulis antara jam 22.30-23.00.
Ngapain aja 30 menit, jeda mikir sama nulis?
Ya... Main game dulu, leyeh-leyeh di kasur, guling-guling di kasur atau jadi patung sambil rebahan.
Pada saat nulis apa sih yang dirasain?
Tergantung cerita yang ditulis saat itu. Kalo cerita kelam biasanya deg-degan, kesel, marah. Kalau cerita keluarga, bisa sedih bahkan nangis sambil nulis. Kalau nulis tentang Diorama, ada rasa rindu, bahagia, dan merasa bodoh.
Kadang aneh juga sih, kenapa bisa begitu ya. Padahal, kan, saya sendiri yang ngarang ceritanya, buat alurnya, konflik, dan endingnya.
Tetaplah menulis agar tidak merasa sendirian.
Komentar
Posting Komentar