Wanita Yang Tidak Suka Pelukan (2)
Sentuhan itu membawanya pada belasan tahun silam, saat ia mengalami mens pertama. Ia meringkuk di atas kasur sambil memegang perut dengan kedua tanganya. Sesekali ia berguling ke kiri dan ke kanan menahan rasa sakit yang belum pernah ia rasakan.
Pintu kamar diketuk, "Masuk." Ia berkata pelan. Mempersilakan orang di balik pintu itu.
Pri itu masuk, berjalan menuju ranjang.
"Hai.. Om."
Pria yang disebutnya Om adalah kekasih ibunya. Entah kekasih yang keberapa sejak ibunya bercerai dengan ayahnya
"Kamu kenapa, kok pucat sekali?" Ia duduk di sisi tempat tidur sambil membelai kepala Senja.
"Perut aku sakit banget, Om." Ia semakin meringkuk. Kakinya ditekuk membuat lutut menempel ke perut.
Pelan-pelan pria itu berbaring miring memeluknya dari belakang. Berkali-kali tangan pria itu membelainya, dari kepala sampai ke bahu. Pelan dan lembut. Senja abai. Ia terlalu lemas untuk menyergahnya.
Tanpa disadari tangan pria itu masuk ke dalam baju—meremas payudara yang sedang ranum. Senja terkejut. Ia sontak berdiri menjauhi pria yang dipanggilnya Om itu. Rasa kaget, sedih, dan takut bercampur jadi satu.
"Jangan pura-pura kaget gitu. Kamu seneng, kan?" Pria itu tersenyum melecehkan.
"Sini tiduran lagi, katanya tadi sakit." Ia menepuk-nepuk tempat yang tadi di tiduri Senja.
Senja menggeleng. Ia berlari menuju pintu. Tapi nahas, pria itu berhasil menarik tangannya. Dengan sekali hentak, Senja jatuh di atas tempat tidur.
Pria itu melucuti pakaian Senja. Ia memandangi tubuh wanita muda di hadapannya sambil tertawa.
"Tubuhmu lebih indah dari ibumu."
"Jangan, Om," rintih Senja memelas.
Pria itu membekap mulut Senja. Menindihnya dengan kasar. Senja hanya bisa menangis, menahan rasa sakit yang lebih besar dari menstruasi pertamanya. Ia tidak bisa melawan, tidak lagi punya tenaga. Dunianya hancur seketika.
Terdengar teriakan dari luar, "Senja, ini obatnya biar..." Kata-kata wanita itu menggantung. Ia mematung di depan pintu. Melihat anaknya tidak berdaya, di bawah tubuh orang yang dia percayai selama ini.
Pria itu belum menyadari kehadirannya. Ia masih asyik dengan perbuatan bejatnya. Wanita itu kalap—mengambil gunting di atas meja lalu menusuk perut pria itu. Pria itu tersungkur di atas tempat tidur.
Wanita itu membantu Senja bangun dari tempat tidur. Tiba-tiba ia ambruk. Darah menyembur keras dari lehernya. Dengan gunting yang sama pria itu menusuk leher wanita itu.
Senja berteriak histeris, lalu semua menjadi gelap.
Komentar
Posting Komentar