Undian (3)

Untuk mengusir kegelisahannya ia berjalan-jalan keluar kamar. Melewati lorong panjang dan menuruni beberapa anak tangga. Ia sampai pada lantai yang hanya ada dua ruangan dengan pintu bergagang emas.Ia mendekati salah satu ruangan itu dan membukanya perlahan tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Ia terkejut karena ada seseorang berjas putih duduk membelakangi pintu. Pria itu menghadap layar besar sambil berbicara dengan seseorang dalam layar itu. Ia tercekat, karena pria dalam layar besar itu adalah kepala kampung yang berkampanye terselubung dalam pidato sebelum keberangkatannya.
Kepala kampung itu bicara pada pria berjas putih, kau buat saja aturan yang mengharuskan makan dengan tangan kanan, jika tidak akan ada sanksi yang dikenakan. Kau tahu kan sanksi apa yang harus kau berikan untuk orang yang tidak mau menjual rumahnya pada kita. Pria itu bodoh, ia tidak berguna di kampung itu. Hanya rumah itu yang dipunya, makanya ia tidak mau menjualnya.
Ia tercekat. Napasnya menyumbat di kerongkongan. Ketika berbalik badan beberapa pria berbaju hitam sudah ada di belakangnya. Ia tersenyum bingung. Jantungnya berdetak seperti sedang marathon. Tanpa bersuara pria-pria berbaju hitam menariknya menuju kamar, lalu mengunci dari luar. Ia kembali berbaring dalam bak besar kamar mandi. Terus berpikir kenapa orang-orang itu sangat menginginkan rumah yang ia miliki. Waktunya tidak banyak lagi, tinggal dua jam tersisa. 
Pria-pria berbaju hitam kembali berada di hadapannya. Ia tertidur dalam bak besar kamar mandi. Pria-pria itu menyuruhnya bergegas memakai pakaian yang tadi diberikan. Waktunya semakin sedikit, kata pria-pria itu. Setelah semuanya siap, ia didampingi pria-pria berbaju hitam menuju ruang makan yang telah dihadiri pria berjas putih yang merupakan penyelenggara undian.
Pria-pria berbaju hitam meninggalkannya sendirian bersama pria berjas putih. Mereka duduk bersebarangan dihalangi meja makan dengan panjang tiga meter. Ia duduk dengan kikuk. Jantungnya masih berlari marathon. Hidangan pembuka telah tersedia di hadapan masing-masing. Pria berbaju putih mulai menyantap dengan santai. Ia hanya memandangi makanan yang masih mengeluarkan asap. Untuk menghilangkan kepanikannya, ia meneguk segelas air putih yang ada di sisi kirinya. Seketika, ia merasa melayang lalu jatuh terjerembab seperti mimpi yang pernah ia rasakan.

Komentar