Ragu

Gadis remaja itu mulai ragu setelah semua persiapannya selesai. Berjalan mondar-mandir di kamar bercat putih. Sesekali tangannya menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal. Sebentar lagi ayahnya akan menjemput.

Banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya tiba-tiba. Haruskah ia tinggal bersama ayahnya, atau masih ada pilihan lain. Sedangkan ia tidak memiliki keluarga lain. Sejak kejadian waktu itu sembilan tahun yang lalu, mereka tidak pernah lagi berkomunikasi.

Kala itu usianya belum genap lima tahun. Pagi-pagi sekali, selepas azan subuh berkumandang. Terdengar suara pintu dibuka dengan kencang. Ayahnya pulang dalam keadaan setengah sadar. Meracau dengan suara keras.

Pelan-pelan ia membuka pintu dan mengintip dari celah, melihat ibunya tergopoh menghampiri ayah. Tiba-tiba ayah memukul wajah ibu. Ibu tersungkur. Ayah menariknya berdiri, melepas dengan paksa semua pakaian yang ada di badan ibu.

Lalu, ayahnya mendorong ibu, dan setengah badannya telungkup di atas meja makan. Saat itu mata mereka bertemu. Ibu menangis tanpa bersuara. Ia kembali menutup pintu, dengan perasaan marah, kecewa, takut dan sedih. Sejak saat itu, sosok ayah ia hilangkan dari kepalanya. 

Ia kembali tersadar dari ingatan masa lalunya. Mengambil ponsel dan berbicara dengan seseorang.

"Lima menit lagi," kata orang di seberang sana.

Ia memindahkan barang-barang ke teras rumah. Agar bisa langsung diangkut ke dalam mobil. Tidak lama kemudian, sebuah mobil berwarna biru datang. Membawanya pergi setelah semua barang masuk.

"Adik mau pindahan?" tanya supir taxi itu.




Komentar