Tertunda (4)

"Aku ngantuk. Aku tidur, ya?" katanya, sambil menyetel sandaran kursi mobil. 

Mobil baru saja meninggalkan parkiran kantor. Membelah jalanan kota yang relatif lancar. Aku menoleh ke arahnya sejenak. Matanya sudah terpejam. Dasar pelor batinku.

Ternyata aku merindukannya. Setelah satu minggu kami tidak bertemu. Ada hal yang harus aku selesaikan, yang mmbuatku tidak masuk kantor. 

Ponselku berdering. Nama Seruni muncul di layar.

"Aku pulang telat," kataku, lalu mentup pembicaraan dengan cepat.

Aku kembali menatapnya. Mendekatkan tanganku pada kepalanya. Ia tiba-tiba bangun. Tanganku masih menggantug di udara. Ia menegakan sandaran kursi dan menoleh ke ataa.

"Kenapa tangannya?"

"Pegel," jawabku. Kedua tanganku kina berpegang pada setir. 

Ia terlihat lebih cantik ketika bangung tidur. Wajah polosnya menggemaskan. Rambut sebahunya dibiarkan acak-acakan. Ia menatap kosong ke depan, seperti sedang mengumpulkan nyawa.

Mobil kami berehenti di lampu merah. Terdengar pengamen menyanyikan lagu Yogyakarta milik Kla Project.

"Makan dulu yuk," kataku memcah kebisuan.

"Aku nggak laper," jawabnya datar.

"Kalo masih ngantuk, tidur aja lagi," ucapku.

Ia menggeleng. 

"Ada yang ingin aku bicarakan," kataku

"Ya udah ngomong aja di sini."

"Nggak bisa."

"Ya udah," jawabnya tidak peduli

Suasana kembali hening. Ia terlihat gelisah. Matanya seperti mencari sesuatu.

"Kamu kenapa? Kok aneh." Aku mulai tidak sabar melihat tingkahnya

"Aku kebelet pipis, Pak. Dari tadi nyari minimarket tapi nggak ada." 


Bersambung...

Komentar