Barang Rahasia

Pria itu datang dari arah belakang Seruni. Keucupan kecil mendarat di kepalanya. “Maaf.” Itu saja kata yang keluar dari mulut pria itu. Seruni hanya mengangguk-angguk kecil dan menggandeng tangan pria yang mengecupnya tadi. Perlahan mereka berjalan meninggalkan keriuhan stasiun kota B, membelah malam di bawah lampu-lampu trotoar.

“Makan dulu, yuk. Saya lapar sekali. Ada anak buaya di dalam sini yang sudah meronta-ronta.” Seloroh pria itu sambil menepuk-nepuk perutnya. Mereka berdua tertawa sambil tetap saling menggenggam.

Warung pinggir jalan langganan menjadi pilihan mereka. Warmindo begitu orang-orang menyebutnya. 

“Seperti biasa, Mas, Mbak?” tanya mas-mas warmindo itu. 

Mereka mengangguk kompak.

Kletak … sesuatu jatuh dari kantong tas pria itu ketika ia mengeluarkan sebungkus rokok. Seruni memungutnya. Sebuah tali berwarna kuning dengan kartu identitas, kartu kereta, dan dompet hitam kecil tergantung bersamaan.

“Suar Silenticia. 256.” Seruni membacanya dengan lambat dan sedikit keras. Alisnya terangkat, matanya melebar melihat pria yang duduk di sebelahnya, meminta penjelasan atas barang tersebut. Dengan santainya pria itu mengangkat bahu. 

“Diorama Langit, kamu dapat ini dari mana?” Seruni akan memanggil nama lengkap pria itu jika tidak mendapatkan jawaban.

Seruni membolak-balik kartu identitas itu. Membuka dompet kecil brwarna hitam. Ia mengeluarkan semua isinya dan menjajarkan di atas meja. “Karet gelang?” Gumamnya dalam hati. Diorama hanya melihat apa yang dilakukan Seruni. Berbagai warna karet gelang yang biasa dipakai untuk membungkus dan beberapa karet ikat rambut. Totalnya ada 29. 

“Buat saya aja, Mas, karetnya,” kata mas-mas warmindo, yang mengantarkan makanan. 

Diorama hanya tersenyum dan membereskan karet-karet yang berjejer di atas meja ke dompet hitam kecil. Lalu memasukannya kembali ke dalam tas. Warung tidak terlalu ramai seperti biasanya. Baru ada dua pengamen yang menyambangi warung mie itu. Seruni diam menunggu penjelasan Diorama, sambil meniup air jahe panas.

Pria itu mematikan rokoknya dan mulai menikmati semangkuk mie panas yang tersaji. Suapan pertama. Suapan ke dua dan hampir habis mie di mangkuknya, ia belum juga bercerita apa-apa.

“Tadi saya nemu di stasiun P. Punya orang yang mau bunuh diri tadi,” katanya, sambil menyeruput kuah mie yang tersisa di mangkuk. 

Seruni terbelalak. Hampir saja tersedak! 


                             *****

Wanita itu masih berada di ruang kesehatan stasiun P. Mengeluarkan semua isi tasnya. Mencari-cari sesuatu yang rasanya sangat penting.

“Bapak, melihat dompet kecil hitam saya?” Tanyanya pada petugas yang masuk ke ruangan itu.








Komentar