Kain Panjang
Pria itu menggendong wanita renta paruh baya berdaster bunga-bunga yang sudah kusam. Memindahkannya dari kursi roda ke jok belakang motor yang terpakir di sebelahnya. Tidak lama kemudian pria muda itu duduk di belakang kemudi dan mengeluarkan sebuah kain panjang bwrwarna cokelat. Ia melingkarkan kain itu dan melebarkannya untuk menyangga tubuh wanita yang ada di belakanya dan kedua ujung kain, ia simpul menempel pada taubuhnya. Tidak lama berselang, motor itu menghilang di balik pagar pohon.
Aku menghela napas panjang membuat Diorama menoleh ke arahku.
"Mungkin sebentar lagi," katanya sambil mengelus bahuku.
"Sp. Kj," kataku mengeja tulisan yang menempel di pintu.
Kami kembali diam. Kejadian tadi mengusik ingatanku— membawa pada peristiwa berpuluh tahun silam.
Kala itu, di suatu sore yang tidak terlalu cerah juga tidak kelabu. Aku merengek agar ayah membawaku pergi bersamanya. Aku meminta bantuan ibu agar ayah luluh hatinya. Tapi, ayah beralasan tidak bisa mengajakku karena akan bahaya karena tidak ada yang memegangiku saat berkendara. Ia takut, jika aku tertidur, aku akan terjatuh.
"Tenang, Ayah," kata ibu, sambil mengerlingkan satu matanya. Lalu masuk ke dalam rumah.
Tidak lama kemudian, ibu muncul dengan sebuah kain panjang di tangannya. Ibu menyuruh ayah naik duluan dan kemudian aku duduk di jok belakang. Ibu melilitkan kain itu menopang punggungku dan mengikat ujungnya di depan perut ayah. Ibu tersenyum dan menepuk bahu ayah.
Kami pun berangkat, ayah membunyikan bel sepeda dan mengayuhnya perlahan. Meninggalkan ibu yang masih melambaikan tangan di halaman rumah.
Lalu ...
Tanpa terasa tubuhku mulai bergetar. Napasku semakin pendek dan cepat. Aku seperti kehabisan udara. Semuanya menjadi gelap.
Komentar
Posting Komentar